Rabu, 25 Januari 2017

Tafsir Tarbawi

MENJUNJUNG KODE ETIK
ATAU PROFESI GURU
Oleh : Hanny Findayani

A.  PENDAHULUAN

Peranan guru sangat penting bagi para peserta didiknya. Melalui bimbingan guru yang professional setiap siswa dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, kompetitif dan produktif sebagai aset nasional dalam menghadapi persaingan yang semakin berat dan ketat di masa sekarang dan yang akan datang. Al-qur’an memberi gambaran tentang hal tersebut.
Berdasarkan firman Allah antara lain : 1.QS. Al-Shaf/61:2-3 dari kata   
ﻟﻢ ﺗﻘﻮﻟﻮنﻣﺎﻻﺗﻔﻌﻠﻮن 2.QS. Al-Ghafir/40:35 dari kata ﻳﺠﺪﻟﻮنﻓﻰءاﻳﺖﷲ   3.QS. Al-Kahfi/18:4-5 dari kata ٱﺗﺨﺬﷲوﻟﺪا dan ﻛﺒﺮتﻛﻠﻤﺔ Dan sabda Nabi Muhammad SAW:
ﻻﺗﺒﺎﻏﻀﻮا وﻻﺗﺤﺎﺳﺪوا وﻻﺗﺪاﺑﺮوا وﻻﺗﻘﺎﻃﻌﻮا، وﻛﻮﻧﻮا ﻋﺒﺎدﷲ إﺧﻮان، وﻻﻳﺤﻞﻟﻤﺴﻠﻢ. ﻋﻦأﺑﻰﻣﻮﺳﻰﻗﺎل: ﻗﻠﺖ ﻳﺎرﺳﻮلﷲ، أى اﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ أﻓﻀﻞ؟ ﻗﺎل: ﻣﻦ أن ﻳﻬﺠﺮأ ﺧﺎﻩ ﻓﻮق ﺛﻼث. (روﻩاﻟﺸﻴﺨﺎن) إﺑﺪأ ﺑﻨﻔﺴﻚ واﺑﺪ أﺑﻤﻦﺗﻌﻮلﺳﻠﻢ اﻟﻤﺴﻠﻮنﻣﻦﻟﺴﺎﻧﻪ وﻳﺪﻩ  (روﻩاﻟﺸﻴﺨﺎن).                                                   
Dari beberapa ayat Al-Quran di atas, “Menjunjung Kode Etik atau  Profesi Guru” dirumuskan sebagai berikut : Pertama, Apakah yang disebut kode etik guru? Kedua, Mengapa guru wajib menjaga kode etik ? Ketiga, Mengapa guru wajib menyampaikan isi ayat Al-quran? Keempat, Mengapa guru dilarang mengatakan yang bathil? Berikut pembahasannya :

B.   PEMBAHASAN

1.     Kode Etik Guru

Keguruan merupakan suatu jabatan profesional karena pelaksanaannya menuntut keahlian tertentu melalui pendidikan formal yang khusus, serta rasa tanggung jawab tertentu dari para pelaksananya.[1]
Menurut Adi Negoro dalam bukunya Ensiklopedia Umum sebagaimana yang dikutip oleh Sudarno, dkk, mengemukakan : Etika berasal dari kata Eticha yang berarti ilmu kesopanan, ilmu kesusilaan, dan kata Eticha (etika, ethos, adat, budi pekerti, kemanusiaan).[2]
Menurut Hendiyat Soetopo, “Etik diartikan sebagai tata-susila (etika) atau hal-hal yang berhubungan dengan kesusilan dalam mengerjakan suatu pekerjaan”.[3]
Guru harus di berdayakan. Lebih utama lagi, guru harus mampu memberdayakan diri dipandu oleh Kode Etik dan etika kerja tertentu. Jadi keutamaannya adalah guru itu sendirilah yang harus memberdayakan diri.
Pemberdayaan profesi guru diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural, kemajemukkan bangsa, dan kode etik profesi. [4]
Kode etik guru merupakan norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru sebagai pedoman sikap dan prilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat, dan warga negara. Pedoman sikap dan prilaku yang dimaksud adalah nilai-nilai moral yang membedakan prilaku  guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas professionalnya untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi siswa, serta pergaulan sehari-hari dalam dan luar sekolah.[5] Oleh karena itu guru tidak hanya mempunyai kode etik, tetapi guru juga wajib menjaga kode etik.

2.     Guru Wajib Menjaga Kode Etik


Kata لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفۡعَلُونَ - كَبُرَ مَقۡتًا yang artinya mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian perbuat.Ibnu katsir berkata dalam kitab tafsirnya bahwa jumhur ulama memposisikan ayat ini, bahwa ia turun ketika orang-orang yang beriman banyak yang merindukan kewajiban jihad atas mereka, namun ketika kewajiban itu turun, ada sebagian yang berpaling.[6]
Qatadah dan adh-Dhahhak berkata, “Ayat ini turun untuk mencela kaum yang mengatakan, ‘kami telah berperang, membunuh, memukul, menombak, dan melakukan ini dan itu’, padahal mereka tidak pernah melakukannya.”
Kebencian yang besar disisi Allah adalah puncak dari kebecian dan pengingkaran yang paling keras. Ayat ini mengisyaratkan tentang tema yang langsung di mana sebagian orang-orang yang beriman mengatakan sesuatu yang tidak mereka kerjakan yaitu jihad, yang telah ditetapkan sebagai amal yang dicintai oleh Allah dan diridhai-Nya.
Berdasarkan konteks ayat diatas, seorang guru harus tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak sesuai dengan jenjang pendidikannya.
Dalam upaya mewujudkan prinsip-prinsip tersebut, guru dituntut memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi.[7] Selain itu guru juga wajib menyampaikan isi ayat al-qur’an.

3.    Guru Wajib Menyampaikan Isi Ayat Al-Quran

Seorang guru wajib menyampaikan isi Al-quran karena al-quran sebagai petunjuk bagi kita untuk mencapai hidup yang bahagia di dunia dan akhirat kelak. Sebagaimana firman Allah SWT:
انﻫﺬا اﻟﻘﺮءان ﻳﻬﺪى ﻟﻠﺘﻰﻫﻰ أﻗﻮم وﻳﺒﺸﺮ ٱﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ٱﻟﺬﻳﻦ ﻳﻌﻠﻮن ٱﻟﺼﻠﺤﺖ أنﻟﻬﻢ أﺟﺮاﻛﺒﻴﺮا
Sesungguhnya Al-quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.
Ketidakbengkokan kitab suci al-quran dikukuhkan lagi dengan firman-Nya, sebagai bimbingan yang lurus, dan sempurna, yang mengatasi dan menjadi tolak ukur kebenaran semua kitab-kitab suci sebelumnya dengan tujuan untuk memperingatkan siapa pun tentang adanya siksa yang sangat pedih dari sisi Allah yang tidak terjangkau atau dapat dilukiskan dengan kata-kata betapa pedihnya dan kitab suci itu juga memberi berita gembira kepada orang orang mukmin yang mantap imannya dan yang selalu mengerjakan amal-amal yang saleh, bahwa bagi mereka ganjaran yang besar lagi baik yaitu surga dan segala  kenikmatannya; mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.[8]
Kewajiban seorang guru menyampaikan Al-quran sebagai petunjuk dan menjadikan Al-quran sebagai ped6oman hidup kita dengan menjalankan perintah yang terdapat didalam Al-quran  dan menjauhi larangannya agar kita mendapat keselamatan di dunia dan akhirat kelak.
Selain guru wajib menyampaikan isi ayat al-quran, guru juga dilarang mengatakan yang bathil.

4.     Guru Dilarang Mengatakan yang Bathil.

Kemudian Allah SWT berfirman, “Yaitu orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka.” Yakni, orang-orang yang menolak kebeneran dengan kebatilan tanpa dalil dan hujjah. Sesungguhnya Allah amat murka terhadap hal itu. Itulah sebabnya Allah SWT berfirman. “Amat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman.” Yakni, orang-orang beriman juga akan membenci orang yang mempunyai sifat seperti ini. Dan  sesungguhnya, Allah telah mengunci mati hati-hati mereka, sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan, hingga mereka tidak mengenal m ana yang makruf dan mereka tidak mengingkari yang mungkar. Itulah sebabnya Allah SWT berfirman, “ Yakni, orang-orang yang sombong sehingga tidak mau mengikuti kebenaran,” dan sewenang-wenang.”[9]
Dalam Firman Allah SWT, ”Hai orang-orang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?” merupakan pengingkaran Allah terhadap orang yang menetapkan suatu janji atau mengatakan suatu ucapan, namun ia tidak memenuhinya. Diterangkan dalam sebuah hadits sahih bahwa Rasulullah saw bersabda,
آﻳﺔاﻟﻤﻨﺎﻓﻖ ﺛﻼث : إذاوﻋﺪأﺧﻠﻒ، و إذاﺣﺪثﻛﺬب، و إذا أﺗﻤﻦﺧﺎن
“Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga: bila berjanji, dia tidak pernah memenuhinya; bila berbicara, dia berdusta; bila diberi amanah, dia khianat.”
Inilah sebabnya Allah mempertegas dengan ayat yang selanjutnya,”Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.”
Ibnu Abbas r.a. mengatakan, orang-orang yang beriman dulu sebelum datang perintah tentang jihad pernah mengatakan,’Kami sangat senang bila Allah menunjukkan kepada kami suatu amal perbuatan yang paling dicintai-Nya, maka kami akan melaksanakannya.’Kemudian Rasulullah saw memberitahukan kepada mereka bahwa amal perbuatan yang paling disukai-Nya adalah keimanan yang tidak dinodai dengan keraguan dan berjihad terhadap orang-orang yang berbuat durhaka kepada-Nya, yaitu orang-orang yang tidak mau beriman dan tidak mau mengikrarkannya. Ketika turun perintah jihad, ada beberapa orang beriman yang tidak menyukai hal itu dan sangat berat dihati mereka. Maka Allah pun menurunkan ayat, “Hai orang-orang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?”.[10] Agar dapat mengetahui semua pembahasannya maka dibuat kesimpulannya.

C.  KESIMPULAN


1.    Jadi kode etik atau profesi guru adalah pedoman, aturan-aturan, norma-norma
tingkah laku yang harus ditaati dan diikuti oleh guru profesional dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sehari-hari. Kode etik guru juga merupakan norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru sebagai  pedoman sikap dan prilaku yaitu nilai-nilai moral yang membedakan prilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas professionalnya.
2.    Berdasarkan ayat al-quran yang disampaikan tentang wajib menjaga kode etik,
seorang guru harus tampil secara profesional dengan tugas utama yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik yang sesuai dengan  jenjang pendidikannya.
3.    Kewajiban seorang guru menyampaikan Al-quran sebagai petunjuk dan
menjadikan Al-quran sebagai pedoman hidup kita dengan menjalankan perintah yang terdapat didalam Al-quran dan menjauhi larangannya agar kita mendapat keselamatan di dunia dan akhirat kelak.
4.    Sesungguhnya Allah dan orang-orang beriman amat murka terhadap orang-orang
yang menolak kebeneran dengan kebatilan tanpa dalil dan hujjah.


REVERENSI

Prof. Dr. Muhammad Surya, Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi Dari Guru, untuk Guru, Bandung : Alfabeta, Cetakan Kedua tahun 2014

Sudarno, dkk, Administrasi Supervisi Pendidikan, Surakerta : Sebelas Maret University Press, Cetakan Kedua tahun 1989

Hendiyat Soetopo, Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan, Jakarta : PT. Bina Aksara, 1998

Sudarwan Danim, Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru, Bandung: Alfabeta,2010

Sudarwan Danim, Pengembangan Profesi Guru : Dari Prajabatan, Induksi, ke Professional Madani, Jakarta: Kencana, 2011

Quthb Sayyid,  Tafsir fi zhilalil qur’an, Jakarta: Gema Insani Pers, 2004, Jilid 22

Surya Mohamad, PSIKOLOGI GURU konsep dan aplikasi, Bandung: Alfabeta,2014

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2000

Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, Semarang: PT Karya Toha Putra 1993, Cetakan Kedua

Ahmad Nasib Mu-Rifa’i, Kemudahan dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta:Gema Insani Press, 2002, Jilid 4




[1] Prof. Dr. Muhammad Surya, Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi Dari Guru, untuk Guru, (Bandung : Alfabeta,2014), Cet. II, hlm. 369.
[2] Sudarno, dkk, Administrasi Supervisi Pendidikan, (Surakerta : Sebelas Maret University Press, 1989), Cet. II, hlm. 117.
[3] Hendiyat Soetopo, Wasty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan, ( Jakarta : PT. Bina Aksara, 1998), hlm. 281.
[4] Sudarwan Danim, profesionalisasi dan Etika Profesi Guru, (Bandung:Alfabeta,2010),hlm. 99. 
[5] Sudarwan Danim, Pengembangan Profesi Guru: Dari Prajabatan, Induksi, ke Professional Madani, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 257. 
[6] Quthb Sayyid,  Tafsir fi zhilalil qur’an, (Jakarta: Gema Insani Pers, 2004) Jilid 22, hal. 65.
[7] Surya Mohamad, PSIKOLOGI GURU konsep dan aplikasi, (Bandung:Alfabeta,2014),hlm. 374
[8] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), hlm. 8.
[9] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: PT Karya Toha Putra 1993). Cet. II, hlm. 163.
[10] Ahmad Nasib Mu-Rifa’i, Kemudahan dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta:Gema Insani Press, 2002), Jilid 4, hlm. 686.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar