PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
Perkembangan Fase
Remaja Awal, Kematangan dan Implikasinya dalam Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr.
Imas Kania Rahman, M.Pd.I
Disusun oleh :
Kelompok V
Hanny Findayani
PAI 3B
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS IBN
KHALDUN BOGOR
TAHUN AJARAN
2016/2017
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Perkembangan fase Remaja ini dengan baik meskipun masih banyak
kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih kepada Ibu Imas Kania
Rahman selaku Dosen mata kuliah Psikologi Perkembangan yang telah memberikan
tugas ini kepada kami.
Kami
sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita menganai perkembangan pada fase remaja ini. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga
makalah yang sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranta laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun
dari pembaca guna perbaikan malakah ini di waktu yang akan datang.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bogor,
08 November 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut
Santrock (2003) bahwa remaja (adolescence)
diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa
dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, sosial emosional. Sedangkan
menurut Rumini dan Sundari (2004) remaja adalah perlihan dari masa anak-anak
dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek atau fungsi untuk
memasuki masa dewasa.
Seiring bertambahnya
usia makin berkembang pula intelektualitas dan kematangan psikologis pada
manusia. namun sebelum mencapai kematangan itu ada beberapa tahap yang paling
menentukan jati diri adalah pada saat memasuki usia remaja.
Masa
remaja adalah penuh dinamika, terutama pada fase remaja awal. Hal ini
disebabkan pada fase remaja awal berlangsung bersamaan dengan masa pubertas
atau masa perubahan fisik dari masa anak-anak menuju dewasa. Perubahan tersebut
mendorong timbulnya isu dan permasalahan dalam fase remaja awal ini.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian remaja dalam perspektif Islam dan
perspektif Umum?
2.
Apa pengertian remaja dan karakteristik remaja awal ?
3.
Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
remaja ?
4.
Apa saja tugas-tugas perkembangan pada masa remaja awal ?
5.
Apakah implikasi perkembangan dalam pendidikan?
C. Tujuan Masalah
1.
Untuk mengetahui pengertian remaja dalam perspektif Islam
dan perspektif Umum
2.
Untuk Mengetahui pengertian remaja dan karakteristik
remaja awal
3.
Untuk Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan remaja
4.
Untuk Mengetahui tugas-tugas perkembangan pada masa
remaja awal
5.
Untuk Mengetahui implikasi perkembangan dalam pendidikan
PEMBAHASAN
A.
Perkembangan Fase Remaja dalam Perspektif Islam
Adapun dalam Islam, masa remaja ini berarti mulainya masa
akil baligh. Baik itu keradaan fisik, kognitif (pemikiran) dan psikososial
(emosi dan kepribadian) pada masa remaja ini berbeda dengan keadaan pada tahap
perkembangan lain. Karena disini dia sudah baligh, maka ia sudah mulai
menanggung kewajibannya dalam beribadah. Dimana kewajibannya dalam menunaikan
ibadah wajib ini ditunjang oleh perubahan raga yang semakin menguat dan
membesar, skeresi hormon baru, dan perubahan taraf dalam berfikir. Namun adapun
kematangan organ internal pada tubuh mereka tidak serta merta membuat mereka
lebih matang perasaan dan pemikirannya.
Secara fisik, remaja ini sudah mampu
melaksanakan puasa dan shalat, ataupun perjalan haji, walapun pada umumnya
mereka belum memiliki kemandirian dalam membayar zakatnya sendiri. Selain itu,
secara kognitif remaja ini mampu memkanai makana yang mendalam dari dua kalimat
syahadat. Remaja yang semakin mampu menangkap dan memahami konsep-konsep
abstrak yang sebelumnya hanya mereka pahami satu arah. Dan mereka juga mampu
memaknai ayat dan hadits-hadits yang mereka pelajari disaat mereka masih kecil,
dan juga mampu menangkap fenomena alam sebagai bukti dari keberadaan Allah SWT.
Adapun menurut Hasan Basri remaja
ini adalah mereka yang telah meninggalkan masa kanak-kanak yang dimana
sebelmunya mereka masih ketergantungan dan pada masa remaja ini menuju
pembentukan tanggung jawab. Masa remaja ini biasanya ditandai dengan
pengalaman-pengalaman baru yang sebelumnya belum pernah dibayangkan dan
dialaminya, baik itu dalam bidang fisik-biologis ataupun psikis dan
kejiwaannya. Adapun perubahan fisik yang dialami pada masa remaja ini adalah
dimana pada laki-laki keluarnya sperma pada saat mimpi basah pertama, dan pada
perempuan terjadinya mestruasi.
Remaja dalam bahasa Latin adalah adolescence, yang
berarti “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Istilah adolescence ini
sesungguhnya mempunyai arti yang luas, yang dimana kematangan ini mencakup
kematangan mental,emosional, social, dan fisik (Hurlock, 1991). Pandangan ini
juga didukung oleh Piaget (Hurlock, 1991) yang mangatakan bahwa secara
psikologis remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke
dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa
dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih
tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. Memasuki masyarakat
dewasa ini mengandung banyak aspek afektif, lebih atau kurang dari usia
pubertas.
Masa remaja adalah waktu meningkatnya perbedaan di
antara anak muda mayoritas, yang diarahkan untuk mengisi masa dewasa dan
menjadikannya produktif, dan minoritas yang akan berhadapan dengan masalah
besar. Adapun masa remaja, menurut Mappiare (1982), berlangsung antara umur 12
tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun
bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat di bagi menjadi dua bagian, yaitu usia
12 atau 13 tahun sampai dengan 17 atau 18 tahun adalah masa remaja awal dan
usia 17 atau 18 sampai dengan 21 atau 22 tahun adalah masa remaja akhir.
Remaja ini sebenarnya tidak memiliki tempat yang
jelas. Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat
diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa. Remaja berada di
antara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu remaja seringkali dikenal dengan
fase “mencari jati diri” atau fase “Topan dan Badai”. Remaja masih belum mampu
menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. Namun
fase remaja merupakan fase perkembangan yang berada pada masa amat potensial,
baik dilihat dari aspek kognitif, emosi maupun fisik (Monks dkk; 1989).
Oleha karena itu dari seluruh definisi remaja yang
dikemukakan di atas dapat kita simpulkan bahwa remaja termasuk dalam kategori
usia 12 tahun sampai 22 tahun, berada pada masa transisi antara masa anak-anak
dan masa dewasa yang mengalami fase
perkembangan menuju kematangan baik itu secara mental, emosi, fisik, dan
sosial.
B. Pengertian Remaja
Remaja berasal dari kata latin adolescence yang berarti tumbuh atau
tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence
mempunyai arti yang lebih luas lagi
yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik pandangan ini
diungkapkan oleh Tiaget.
1.
Menurut
Rumini dan Sundari (2004), remaja adalah peralihan dari masa
anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua
aspek atau fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara
umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria.
2.
Menurut
Santrock (2003), masa remaja diartikan sebagai masa
perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa
yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
3.
Menurut Pardede
(2002), masa remaja merupakan suatu fase
perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seseorang
individu.
Pada masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang
jelas karena tidak termasuk golongan anak tetpai tidak juga golongan dewasa
atau tua.
Masa remaja (adolescence) sebagai periode transisi perkembangan antara
perkembangan masa kanak kanak dan masa dewasa, yang melibatkan perubahan
perubahan biologis kognitif, dan sosio-emosional. Tugas pokok remaja adalah
mempersiapkan diri memasuki masa dewasa.(larson dkk, 2002)
Istilah adolescence,
seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas,
mencakup kematangan mental, emosional, social, dan fisik. Pandangan ini
diungkapkan oleh piaget (121) dengan mengatakan : “Secara psikologi, masa Remaja adalah usia dimana individu berintegrasi
dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat
orang-orang yang lebih tua melainkan berada pada tingkatan yang sama,
sekurang-kurangnya dalam masalah baik integrasi dalam masyarakat (dewasa)
mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber,
termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok. Transformasi intelektual
yang khas dari cara berpikir Remaja ini memungkinkannya untuk mencapai
integrasi dalam hubungan social orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri
khas yang umum dari periode perkembangan”.
Karakteristik Perkembangan Pada Remaja
A. Perkembangan
Kognitif
Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental
seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahas.Kematangan kognitif yang
terjadi pada masa remaja, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah
sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi
memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak.
Seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena
perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara
aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak
langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja sudah
mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide
lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak
saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu
mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.
Tahap formal operations adalah suatu tahap dimana
seseorang sudah mampu berpikir secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi
terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar terjadi.
Dengan mencapai tahap operasi formal remaja dapat berpikir dengan fleksibel dan
kompleks. Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan
tentang suatu hal. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai tahap operasi
konkret yang hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini
memungkinkan remaja berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan
suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan. Remaja dapat
memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada
masa yang akan datang. Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan
konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat
membahayakan dirinya.
Pada tahap ini, remaja juga sudah mulai mampu
berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka sudah mulai membayangkan sesuatu
yang diinginkan di masa depan. Perkembangan kognitif yang terjadi pada remaja
juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk berpikir lebih logis.
Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka
mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan.
B. Perkembangan
Psikososial
No.
|
Tahap
Perkembangan
|
Dampak
terhadap Remaja
|
Efek
terhadap Orang Tua
|
1.
|
Cemas terhadap penampilan
badan atau fisik
|
Kesadaran diri meningkat (Self consciousness)
|
Orang tua mungkin
menganggap anaknya terfokus pada dirinya
|
2.
|
Perubahan Hormonal
|
Pemarah, anak laki-laki
yang tadinya baik dapat menjadi lebih agresif, mungkin timul jerawat, baik
pada remaja laki-laki maupun perempuan.
|
Orang tua mungkin
menemukan kesulitan dalam hubungan dengan remaja
|
3.
|
Menyatakan kebebasan dan
merasa sebagai seorang individu, tidak hanya sebagai seorang anggota
keluarga.
|
Bereksperimen dengan cara
berpakaian, berbicara dan cara penampilan diri, sebagai suatu usaha untuk
mendapatkan identitas baru.
|
Orang tua merasa ditola
dan sulit menerima keinginan anak yang berbeda dari mereka.
|
C.
Perkembangan emosi
Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu
perkembangan emosi yang tinggi. Pertumbuhan fisik, terutama organ-organ seksual
mempengaruhi berkembanngnya emosi atau perasaan-perasaan dan dorongan-dorongan
baru yang dialami sebelumnya, seperti perasaan cinta, rindu, dan keinginan
untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis. Pada usia remaja awal
perkembangan emosinya menunjukan sifat yang sensitive dan reaktif yang sangat
kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial. Emosinya bersifat negative
dan temperamental (mudah tersinggung/marah, atau mudah sedih). Mencapai
kematangan emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit bagi
remaja. Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional
lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya.
Gessel dkk menemukakan bahwa remaja 14 tahun sering kali
mudah marah, mudah terangsang, dan emosinya cenderung meledak. Tidak berusaha
mengendalikan perasaannya.
D.
Perkembangan moral
Pada masa ini
muncul dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik
oleh orang lain. Remaja berprilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan
fisiknya, tetapi psikologis (rasa puas dengan adanya penerimaan dan penilaian
yang positif dari orang lain tentang perbuatannya). Keragaman tingkat moral
remaja disebabkan oleh factor penentunya yang beragam juga. Salah satu faktor
atau yang mempengaruhi perkembangan moral remaja yaitu orang tua.
Menurut kusdwirarti setiono pada umumnya remaja berada
Dlam tingkatan konvensional atau berada pada tahap ke tiga (berprilaku sesuai
dengan tuntunan dan harapan kelompok), dan keempat (loyalitas terhadap norma
atau peraturan yang berlaku dan diyakininya).
E.
Perkembangan kepribadian
Kepribadian merupakan sistem yang dinamis dari sifaty,
sikap dan kebiasaan yang menghasilkan tingkat konsistenti respons individu yang
beragam. Sifat-sifat kepribadian mencerminkan perkembangan fisik, seksual,
emosional, kognitif, dan nilai-nilai.
Fase remaja merupakan saat brkembangnya identity (jati
diri). Perkembangan identity merupakan isu sentral pada masa remaja yang
memberikan dasar bagi dewasa. Dapat juga dikatakan sebagai aspek sentral bagi
kepribadian yang sehat yang merefleksi kan kesadaran diri, kemampuan
mengidentifikasi orang lain dan mempelajari tujuan-tujuan agar dapat
berpartisipasi dalam kebudayaannya. Erikson meyakini bahwa perkembangan
identity pada masa remaja berkaitan erat dengan komitmennya terhadap okupsi
masa depan, peran-peran masa dewasa dan sistem keyakinan pribadi.(drs.zulkifli
L 2012
C.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Remaja
Lingkungan
Keluarga
M .I Soelaeman ( 1978-4-5 ) mengemukakan pendapat para ahli mengenai
pengertian keluarga, yaitu :
-
F. J
Brown berpendapat bahwa di tinjau dari
sudut pandang sosiologis, keluarga dapat di artikan menjadi dua macam, yaitu –
dalam arti luas, keluarga meliputi, semua
pihak yang memiliki hubungan darah atau keturunan yang dapat di
bandingkan dengan “ Clan” atau marga; - dalam arti sempit, keluarga melipuri
orang tua dan anak.
-
Maciver
menyebutkan lima ciri khas keluarga yang umum terdapat dimana-mana, yaitu –
hubungan berpasangan kedua jenis – perkawinan atau bentuk ikatan lain yang
mengokohkan hubungan tersebut – pengakuan akan keturunan – kehidupan ekonomis
yang di selenggarakan dan di nikmati bersama, - kehidupan berumah tangga.
1.
keberfungsian
keluarga
Seiring
perjalanan hidupnya yang di warnai
fakrtor internal
(kondisi fisik, psikis, dan moralitas anggota keluarga )
dan faktor eksternal ( perubahan sosial-budaya ), maka setiap kelurga
mengalami perubahan yang beragam. Ada
keluraga yang semakin kokoh dalam menerapkan fungsinya ( fungsional-normal )
tetapi ada juga keluaga yang mengalami keretakan atau ketidakharmonisan.
Keluarga yang fungsional memiliki ciri –ciri
yang di kemukakan oleh Alexander A. schneiders ( 1960 : 405 ) seperti,
·
Minimnya
perselisihan antar orang tua atau orangtua dengan anak
·
Adanya
kesempatan untuk menyatakan keinginan
·
Penuh kasih
sayang
·
Penerapan
disiplin yang tidak keras
·
Ada
kesempatan untuk bersikap mandiri dan berpikir, merasa, dan berperilaku
·
Saling
menghargai, menghormati anatara orangtua dan anak
·
Ada
musyawarah dalam menyelesaikan masalah
·
Menjalin
kebersamaan anatara orangtua dan anak
·
Orangtua
memilki emosi yang stabil
·
Mengamalkan
nilai-nilai moral dan agama
Apabila dalam suatu keluarga tidak mampu
menjalankan fungsi
fungsi seperti di atas, keluarga tersebut berarti
mengalami stagnasi ( kemandegan ) atau disfungsi yang pada gilirannya akan
merusak kekokohan konstelasi kelurarga tersebut ( khusunya terhadap
perkembangan anak tersebut )
Menurut
Dadang Hawari ( 1997 : 163-165 ) anak yang di besarkan
dalam keluarga yang mengalami disfungsi mempunyai resiko
yang lebih besar untuk bergantung tumbuh kembang jiwanya ( misalnya,
kepribadian anti sosial ), daripada anak yang di besarkan dalam keluarga yang
harmonis atau utuh ( sakinah ).
Ciri-ciri keluarga yang mengalami
disfungsi :
·
Kematian
salah satu atau kedua orangtua
·
Kedua
orangtua berpisah atau bercerai
·
Hubungan
kedua orangtua yang tidak baik
·
Hubungan
orangtua dan anak tidak baik
·
Suasana
rumah tangga yang tegang tanpa kehangatan
·
Orangtua
sibuk dan jarang ada di rumah
·
Salah
satu orangtua atau keduanya memiliki kelainan atau gangguan kejiwaan
Salah satu ciri disfungsi adalah perceraian
orangtua. Ternyata perceraian orangtua memberikan dampak yang kurang baik
terhadap perkembangan kepribadian anak. Dalam sebuah penelitian, dikatakan
bahwa remaja yang orangtuanya bercerai
cenderung menunjukan ciri- ciri :
·
Anak
berperilaku nakal
·
Mengalami
depresi
·
Melakukan hubungan seksual secara aktif
·
Kecenderungan
terhadap obat-obat terlarang
Berkaitan dengan masalah disfungsional keluarga tersebut
Stephen R. Covey ( 1997:17, 20-21, dan 390 ) mengemukakan bahwa sekitar 30
tahub lalu telah terjadi perubahan situasi kelurga yang sangat kuat dan
dramatis, yaitu terjadinya peristiwa berikut :
·
Angka
kelahiran anak yang tidak sah meningkat menjadi 400%
·
Presentase
kepala keluarga oleh “Orangtua Tunggal “ telah berlipat ganda
·
Angka
perceraian yang terjadi telah berlipat ganda, banyak pernikahan yang berakhir
dengan perceraian
·
Peristiwa
bunuh diri di kalangan remaja meningkat sekitar 300%
·
Skor tes
bakat skolastik para siswa turun sekitar 37 butir
·
Terjadinya
masalah kekerasan ( pemerkosaan ) yang di lakukan oleh partnernya
·
Seperempat
remaja yang melakukan hubungan seksual telah terkena penyakit kelamin sebelum
menamatkan sekolah di SMU
Untuk merespons berbagai masalah yang
menganggu keharmonisan kelurga, Covey mengajukan satu resep yang dinamakan The
7 Habits of Highly Effective Families yang dimaksud ialah
( keluarga yang indah ). Tujuh kebiasaan kelurga yang efektif itu adalah
sebagai berikut :
·
Be
Proactive ( menjafdi ageb
pembaharuan dalam kelurga ) keluraga dan para anggota keluarga bertanggung
jawab terhadap pilihannya sendiri dan memiliki kebebasan untuk memilih
berdasarkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai berdasarkan kondisi atau suasana
hati
·
Begin
with The End in Mind keluarga membangun masa depannya sendiri
melalui upaya menciptakan visi mental dan tujuan untuk berbagai persoalan besar
dan kecil. Mereka tidak hidup dari hari ke hari tanpa tujuan yang jelas dalam
pikirannya. Bentuk kreasi mental yang paling tinggi adalah pernyataan misi
pernikahan atau keluarga
·
Put
First Thing First (
menjadikan keluarga sebagai prioritas ), keluarga mengorganisasikan dan
melaksanakan proiritas-prioritasnya yang sangat penting, seperti yang
dinyatakan dalam pernyataan misi pribadi, pernikahan dan kelurganya. Atau
membuat komitmen untuk setiap minggunya memberikan waktu khsusus untuk keluarga
·
Think
Win-Win, ( bergerak dari me
ke we ) para anggota keluarga berpikir dalam tatanan yang saling
menguntungkan.
·
Seek
First to Understand ( memecahkan masalah keluraga melalui
komunikasi yang empatik )
·
Synergize,
para anggota keluarga mengembangkan
kekuatan-kekuatan keluraga dan anggota kelurga melalui sikap saling menghormati
dan penilaian terhadap perbedaan masing-masing.
·
Sharpen
the Saw ( memperuncing
gergaji : memperbaharui spirit keluarga melalui tradisi)
Untuk mengembangkan atau menanamkan ketujuh kebiasaan tersebut,
Covey mengajukan epat prinsip peranan keluarga, yaitu :
·
Modelling
( example of Trustworthness ). Orangtua adalah contoh atau model bagi anak, tidak dapat di pungkiri
bahwa orangtua mempunyai pengeruh yang sangat kuat bagi anak.
·
Mentoring,
yaitu kemampuan untuk menjalin atau membangun
hubungan, investasi emosional ( kasih sayang kepada orang lain ) atau pemberian
perlindungan kepada orang lain secara dalam , jujur, pribadi, dan tidak
bersyarat.
·
Organizing,
yaitu keluarga seperti perusahaan yang
membutuhkan tim kerja dan kerjasama antar anggota dalam menyelesaikan
tugas-tugas atau memenuhi kebutuhan
·
Teaching.
Orangtua berperan sebagai guru ( pengajar )
bagi anak –anaknya tentang hukum-hukum dasar kehidupan, dalam hal pengajaran
orangtua sedang menanamkan prinsip-prinsip hidup yang sesuai dengan agama.
2. Pola Hubungan Orangtua–Anak (Sikap atau Perilaku
Orangtua terhadap Anak)
Terdapap
berbagai pola dan perilaku atau sikap orangtua terhadap anak yang masing-masing
mempunyai pengaruh tersendiri terhadap kepribadian anak. Menurut Peck ( Lorre,
1970 : 144 ) telah meneliti hubungan anatara karakteristik dan pola perlakuan
kelurga dengan elemen-elemen srtuktur kepribadian remaja. Hasil temuanya
menunjukan bahwa :
a.
Remaja
yang memiliki “ Ego Stenght “( kematangan Emosional, intelegensi,
pribadi, otonomi, dan bertingkah laku
rasional, perseprsi diri dengan harapan-harapan masyarakat ). Secara
konsisten, sangat erat dengan pengalaman
nya di lingkungan keluarga yang saling
menerima dan mempercayai.
b.
Remaja
yang memiliki “Superego Strenght “ ( berperilaku secara efektif yang di
bimbing oleh kata hatinya ) sangt berkaitan erat dengan keteraturan dan
konsistensi kehidupan keluarganya.
c.
Remaja
yang “ Freindliness” dan “Spontatanetty “ berhubungan erat dengan
iklim keluarga yang demokratis
d.
Remaja
yang bersikap bermusuhan dan memiliki perasaan gelisah atau cemas terhadap
dorongan-dorongan dari dalam, berkaitan erat dengan keluarga yang otoriter.
Adapun Diana Baumrind ( Weiten & Lioyd, 1994 :
359-360 ) menegmukakan pengaruh “Parenting Style “ terhadap perilaku anak.
PARENTING
![]()
Authoritarian
|
SIKAP ATAU PERILAKU ORANGTUA
1. Sikap “Acceptance “ rendah, namun kontrol
nya tinggi
2. Suka menghukum secara fisik
3. Bersikap mengomandoi
4. Bersikap kaku ( keras )
5. Cenderung emosionalnya bersikap menolak
|
PROFIL PERILAKU ANAK
1.
Mudah
tersinggung
2.
Penakut
3.
Pemurung,
tidak bahagia
4.
Mudah
terpengaruh
5.
Mudah
stress
6.
Tidak
memeiliki arah masa depan yang jelas
7.
Tidak
bersahabat
|
Permissive
|
1. Sikap “ Acceptence “ nya tinggi, namun kontrolnya rendah
2. Memberi kebebasan kepada anak untuk
menyataka dorongan atau keinginannya
|
1)
Bersikap
implusif dan agresif
2)
Suka
memberontak
3)
Kurang
memiliki rasa percaya diri dan pengendalian diri
4)
Suka
mendominasi
5)
Tidak
jelas arah hidupnya
6)
Prestasinya
rendah
|
Auturotative
|
1. Sikap “Acceptence “ dan kontrolnya tinggi
2. Bersikap responsif terhadap kebutuhan anak
3. Mendorong anak untuk menyatakan pendapat
atau keinginannya
4. Memberikan penjelasan tentang dampak
perbuatan baik maupun buruk
|
1)
Bersikap
bersahabat
2)
Memiliki
rasa percaya diri
3)
Mampu mengendalikan diri
4)
Bersikap
sopan
5)
Mau
bekerja sama
6)
Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi
7)
Mempunyai
tujuan atau arah hidup yang jelas
8)
Berorientasi
terhadap prestasi
|
Dari tabel di atas dapat di ambil kesimpulan banhwa
“Parenting Style “ terhadap perilaku remaja yaitu :
1.
remaja
yang orangtuanya bersikap “ Autoritarian “ , cenderung bersikap bermusuhan dan
memberontak.
2.
remaja
yang orang tuanya bersikap “Permisive “ cenderung berperilaku bebas ( tidak
kontrol )
3.
remaja
yang orangtuanya bersikap “Outoritative “ cenderung terhindar dari kegelisahan,
kekacauan, atau perilaku nakal.
v Kelas Sosial dan Status Ekonomi
Pikunas ( 1976 : 72 )
mengemukakan pendapat Backer, Deutsch, Kohn, Sheldon. Tentang kaitan antara
kelas sosial dengan cara atau teknik orangtua dalam mengatur
( mengelola /
memperlakukan anak yaitu, ) :
a.
Kelas
bawah ( lower Class ) : cenderung lebih keras dalam “ Toilet Training “ dan
lebih sering menggunakan hukuman fisik, di bandingkan dengan kelas menengah.
Anak- anak kelas bawah cenderung bersikap agresif, independen, dan lebih awal
dalam pengalaman seksual
b.
Kelas
Menengah ( Middle Class ) : cenderung memberikan pengawasan, dan perhatiannya sebagai orangtua. Para ibunya
merasa bertanggungjawab terhadap tingkal laku anak-anak nya, menerapkan kontrol
yang lebih halus, mereka mempunyai ambisi yang lebih tinggi, dan menekan anak
untuk mengejar statusnya melalui pendidikan atau latihan profesional
c.
Kelas
Atas ( Upper Class ) : cenderung lebih memanfaatkan waktu luangnya dengan
kegiatan-kegiatan tertentu, lebih memiliki latar belakang pendidikan yang
reputasinya tinggi , dan biasanya senang mengembangkan apresiasi estetikanya.
Anak –anak cendrung memiliki rasa percaya diri, dan berperilaku memanipulasi aspek realitas.
Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal
yang secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan
dalam rangka membantu siswa agar mampu mnegembagkan potensinya, baikyang
menyangkut aspek moral, spiritual, intelektual, emosional, maupun sosial.
Mengenai peranan sekolah dalam mengembangkan
kepribadian anak, Hurlock ( 1986 : 322 ) mengemukakan bahwa sekolah merupakan
faktor penentu bagi perkembangan anak baik dalam cara berfikir, bersikap, dan
berperilaku. Sekolah berperan sebagai subsitusi keluarga, dan guru sebagai
subsitusi orangtua. Mengapa sekolah memainkan peranan penting bagi perkembangan
kepribadian anak, yaitu :
·
Para
siswa harus hadir di sekolah
·
Sekolah
memberikan pengaruh kepada anak secara dini, seiring dengan perkembangan “
konsep Diri “
·
Anak-anak
banyak menghabiskan waktunya di sekolah daripada di tempat lain di luar rumah
·
Sekolah
memberikan kesempatan kepada siswa untuk meraih kesempatan sukses
·
Sekolah
memberikan kesempatan pertama pada anak
untuk menilai dirinya, dan kemampuannya
secara realistik.
Kelompok Teman Sebaya
Kelompok teman sebaya sebagai lingkungan
sosial bagi remaja ( siswa ) mempunyai peranan yang cukup penting bagi
perkembangan kepribadiannya. Perannanya
itu semakin penting, terutama pada saat terjadinya perubahan dalam struktur
masyarakat pada beberapa dekade terakhir, yaitu a). perubahan struktur kelurga,
dari kelurga besar ke keluarga kecil, b). kesenjangan antara generasi tua dan
muda c). ekspansi jaringan komunikasi antara kawula muda dan tua d). panjangnya
masa penundaan memasuki masyarakat orang dewasa.
Aspek
kerpibadian remaja yang berkembang secara menonjol dalam pengalamannya dalam
pergaulan dengan teman sebaya, adalah :
a)
Social
Cognition : kemampuan
untuk memikirkan tentang pikirn, perasaan, motif , dan tingkah laku dirinya dan
orang lain. Kemampuannya memahami orang lain, memungkinkan remaja lebih mampu
menjalkin hubungan sosial yang lebih baik dengan teman sebaya nya. Mereka telah
mampu melihat bahwa orang itu sebagai individu yang unik, dengan perasaan,
nilai-nilai minat, dan sifat-sifat kepribadian yang beragam.
b)
Konformitas
: motif untuk menjadi sama, kebiasaan,
kegemaran, atau budaya teman sebayanya.
Karakeristik
persahabatan remaja di pongaruhi oleh kesamaan : usia, jenis kelamin, dan ras.
Sedangkan di sekolah di pengaruhi oleh kesamaaan dalam faktor-faktor : harapan /
apresiasi, nilai, absensi, dan pengerjaan tugas-tugas atau pekerjaan rumah. Kandel juga mengemukakan
bahwa kesamaan dalam menggunakan obat0obat terlarang ( terutama merokok,
minuman keras, memiliki pengaruh kuat dalam pemilihan teman.
Pengaruh kelompok teman sebaya
terhadap remaja itu ternyata berkaitan dengan iklim keluarga remaja itu
sendiri. remaja yang memilki hubungan baik dengan orangtuanya ( iklim keluarga
sehat ) cenderung dapat menghindarkan diri dari pengaruh negatif teman
sebayanya. Di bandingkan denga remaja yang hubungan dengan orangtuanya kurang
baik.
D. Tugas-tugas Perkembangan Remaja Awal
Menurut Havighurst, remaja mempunyai tugas
perkembangan sebagai berikut:
2. Mencapai
hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya, baik pria maupun
wanita.
3. Mencapai
peran sosial pria dan wanita.
4. Menerima
keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.
5. Mengharapkan
dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.
6. Mencapai
kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa lainnya.
7. Mempersiapkan
karier ekonomi.
8. Mempersiapkan
perkawinan dan keluarga
9. Memperoleh
perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku
mengembangkan ideologi.
Tugas perkembangn pada masa remaja awal yaitu
dengan menerima keadaan fisik dirinya dan menggunakan tubuhnya secara lebih
efektif. Hal ini karena remaja pada masa tersebut meengalami
perubahan-perubahan fisik yang sangat drastis, seperti pertumbuhan tubuh yang
meliputi tinggi badan, berat badan, panjang organ-organ tubuh, dan perubahan
bentuk fisik seperti tumbuhnya rambut, payudara, panggul, dan sebagainya.
Secara umum, tugas perkembangan pada masa remaja awal adalah upaya untuk
menghilangkan sifat-sifat kekanak-kanakan serta berusaha untuk menepati
kemampuan untuk bersikap dan berperilaku secara dewasa.
Pada masa perkembangan remaja awal mereka membutuhkan kekuatan dan daya tahan
tubuh serta perlindungan keamanan fisiknya. Kondisi fisik amat penting dalam
perkembangn dan pembentukan pribadi seseorang.
Remaja merupakan nilai penting yang harus diperhatikan dalam kehidupan, maka
pengaruh pada orang-orang yang ada disekitarnya dan perkembangannya mengarahkan
dalam bentuk kemandirian dan kematangan dalam berfikir.
E. Implikasi
Perkembangan Peserta Didik terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Sebagai
individu yang sedang tumbuh dan berkembang, maka proses pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik tersebut sangat dipengaruhi oleh adanya interaksi
antara dua faktor yang sama-sama penting kedudukannya yaitu faktor hereditas
dan faktor lingkungan. Keberadaan dua faktor tersebut tidak bisa dipisahkan
satu sama lainnya karena kenyataannya kedua faktor tersebut tidak bekerja
sendiri-sendiri dalam oprasionalnya.
Adapun beberapa implikasi perkembangan
peserta didik terhadap penyelenggaraan pendidikan sebagai berikut :
1.
Pertumbuhan
dan perkembangan manusia sejak lahir berlangsung dalam lingkungan sosial
meliputi semua manusia yang berada dalam lingkungan hidup itu.
2.
Interaksi
manusia dengan lingkungannya sejak lahir menghendaki penguasaan lingkungan
maupun penyesuaian diri pada lingkungan.
3.
Dalam
interaksii sosial, manusia sejak lahir
telah menjadi anggota kelompok sosial yang dalam hal ini ialah keluarga.
4.
Atas
dasar ketertarikan dan kewajiban sosial para pendidik terutama orang tua, maka
anak senantiasa berusaha menciptakan lingkungan fisik, lingkungan sosial, serta
lingkungan psikis yang sebaik-baiknya bagi proses pertumbuhan dan
perkembangannya.
5.
Setelah
umur kronologis mencapai lingkungan tertentu, anak telah mencapai berbagai
tingkat kematangan intelektual, sosial, emosional, serta kemampuan jasmani yang
lain.
6.
Kematangan
sosial merupakan landasan bagi kematangan intelektual, karena perkembangan
kecerdasan berlangsung dalam lingkungan sosial tersebut.
7.
Kematangan
emosional melandasi kematangan sosial dan kematangan intelektual, karena
sebagian besar tingkah laku manusia dikuasai atau ditentukan oleh kondisi
perasaannya.
8.
Kematangan
jasmani merupakan dasar yang melandasi semua kematangan sebagaimana dimaksudkan
di atas.
9.
Pendidik
yang berkecimpung dalam pengasuhan anak dalam perkembangan di masa kanak-kanak
hendaklah memperhatikan keterkaitan anatara berbagai segi kematangan jasmani
dan rohani anak dalam menciptakan lingkungan belajar yang efektif.
10. Hasil-hasil belajar yang mendasari hidup
bermasyarakat banyak dicapai oleh anak dalam keluarga terutama semasa masih
kanak-kanak, yaitu sikap dan pola tingkah laku terhadap diri sendiri dan
terhadap orang lain.
11. Iklim emosional yang menjiwai keluarga itu
meliputi : hubungan emosional antara keluarga, kadar kebebasan menyatakan diri
dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan.
12. Seorang anak dimana anak sekolah adalah
seorang realis yang hendak mengenal kenyataan di sekitarnya menurut keadaan
senyatanya atau objektif apa adanya.
13. Pemahaman guru terhadap minat dan perhatian
peserta didik akan sangat bermanfaat dalam
perencanaan program-program pendidikan maupun pengajaran.
14. Karakteristik umum pertumbuhan/perkembangan
peserta didik ialah ditandai dengan : Kegelisahan, pertentangan, keinginan
memcoba segala sesuatu, menghayal dan aktivitas berkelompok.
PENUTUP
A. Kesimpulan
·
Perkembangan
transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis,
kognitif, dan sosial-emosional.
Adapun karakteristik
perkembangan remaja meliputi :
o kognitif
o psikososial
o emosi
o moral
o kepribadian
·
Faktor-faktor
yang mempengaruhi remaja :
o Lingkungan keluarga
o Lingkungan sekolah
o Kelompok teman sebaya
·
Tugas
Remaja awal lebih kepada peningkatan kognitif, emosional, dan kepribadian. dan
disini peran orang tua, guru, teman, dan lingkungan sangatlah berpengaruh
terhapad perkembangannya.
DAFTAR PUSTAKA
1.
kangwahyu68.blogspot.co.id/2014/04/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html?m=1
2.
Drs.
Dzulkilfi L, Psikologi Perkembangan,bandung:
PT Remaja Rosdakaria, 2012.,
3. Jhon W.Santrock, Remaja, PT Gelora aksara pratama, 2007
4. Heni Nurhaeni, Kesehatan Jiwa Remaja dan konseling, Jakarta: Trans info media 2009
5. DR H Syamsu Yusuf LM, Psikologi perekmabangan anak dan remaja,PT Remaja Rosdakarya 2000-2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar