Dosen pengampu: Fahmi Irfani, S.Hum., M.A.Hum.

Kelompok 3
Disusun
oleh:
Hanny
Findayani
FAI/PAI
3B
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR
TAHUN AJARAN 2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Sejarah
Peradaban Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidah ini dengan baik meskipun
masih banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih kepada Bapak Fahmi Irfani
selaku Dosen mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang telah memberikan tugas
ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat
berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Sejarah
Peradaban Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidah ini. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah yang sederhana ini
dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranta laporan yang telah
disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca guna
perbaikan malakah ini di waktu yang akan datang.
Bogor, 04 September 2016
Penyusun
DAFTAR
ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sejarah perdaban Islam adalah catatan
peristiwa-peristiwa tentang pertumbuhan dan perkembangan Islam sejak lahirnya
zaman Nabi Muhammad SAW sampai saat ini. Sejarah perdaban Islam adalah catatan
peristiwa-peristiwa tentang pertumbuhan dan perkembangan Islam sejak lahirnya
zaman Nabi Muhammad SAW sampai saat ini.Tujuannya yaitu karena perlu kita
ketahui bahwa tanpa adanya sejarah kita akan buta dengan masa lampau. Dan dari
sejarah ini kita dapat mengambil pelajaran dan hikmahnya, seperti Rasul yang
kita kenal dengan sikapnya yang baik, sopan, santun dan suriteladan yang baik.
Setelah
wafatnya Nabi Muhammad SAW status sebagai Rasulullah tidak dapat diganti oleh
siapapun (Khatami al-anbiya’ wa al-mursalin), Tetapi kedudukan beliau yang
kedua sebagai pimpinan kaum muslimin mesti segera ada gantinya. orang itulah
yang dinamakan “Khalifah” artinya yang menggantikan Nabi menjadi kepala kaum
muslimin (pimpinan komunitas Islam) dalam meberika petunjuk kejalan yang benar
dan melestarikan hukum-hukum Agama Islam. Dialah yang menegakkan keadilan yang
selalu berdiri diatas kebenaran, maka pemerintah Islam dipegang secara
bergantian oleh Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin affan, dan Ali ibn Abi
Thalib.
Khulafaurrasidin
adalah para pengganti Nabi. Islam sebagai sebuah ajaran dan Islam sebagai
institusi Negara, mulai tumbuh dan berkembang pada masa tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Thaqifah Bani Sa’idah?
2. Bagaimana Sistem Politik dan Pemerintahannya
pada masa Khulafaur Rasyidin?
3. Bagaimana Sistem Pergantian Kepala Negara
pada masa Khulafaur Rasyidin?
4. Bagaimana keadaan Pada Masa
Abu Bakar dan ‘Umar ibn Khattab?
5. Bagaimana keadaan Pada Masa
Utsman dan Ali?
C. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui apa itu Thaqifah Bani Sa’idah
2.
Untuk
mengetahui Sistem Politik dan Pemerintahannya pada masa Khulafaur Rasyidin
3.
Untuk
mengetahui Sistem Pergantian Kepala Negara pada masa Khulafaur Rasyidin
4. Untuk mengetahui keadaan Pada Masa
Abu Bakar dan ‘Umar ibn Khattab
5. Untuk mengetahui Pada Masa
Utsman dan Ali
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Thaqifah Bani Sa’idah
Memang
diakui oleh sejarawan bahwa Rasulullah yang wafat tahun 11 H tidak meninggalkan
wasiat tentang orang yang akan menggantikannya oleh karena itu setelah
Rasulullah SAW wafat para sahabat segera berkumpul untuk bermusyawarah disuatu
tempat yaitu Thaqifah Bani Sa’idah guna memilih pengganti Rasulullah pemimpin
umat Islam. Saqifah
bani Sa’idah telah terjadi perselisihan pendapat antara golongan Anshor dan
golongan muhajirin ,tentang pengganti rasul dalam pemerintahan. Ketika
Rasulullah wafat, beliau tidak berpesan mengenai siapa yang jadi penggantinya
kelak, pada saat Nabi belum dimakamkan di antara umat Islam, ada yang
mengusulkan untuk cepat-cepat memikirkan pengganti Rasulullah. Itulah
perselisishan pertama yang terjadi pasca rasulullah wafat. Perselisihan
tersebut berlanjut keSaqifah (suatu tempat dimadinah yang biasa digunakan oleh
kaum Anshar untuk membahas suatu masalah).
Aturan-aturan yang jelas tentang pengganti Rasulullah tidak ditemukan, yang ada
hanyalah sebuah mandat yang diterima Abu Bakar menjelang wafat rasulullah untuk
menjadi Imam. Sesuatu yang masih merupakan tanda tanya terhadap mendat
tersebut. Adakah suatu pertanda Rasulullah menunjuk Abu Bakar atau tidak.
Berita perdebatan dua golongan ini kemudian terdengar oleh sahabat-sahabat
terkemuka seperti Abu Bakar, Umar Ibn Khattab dan Utsman Ibn Affan yang sedang
berada di rumah Rasulullah, sedang sahabat Ali sedang sibuk mengurus jenazah
Rasulullah.
Mendegar berita ini akhirnya sahabat Abu bakar dan Umar ibn Khattab sangat
terkejut, kemudian keduanya cepat-cepat mendatangi dimana kedua golongan
tersebut yang sedang berdebat, untuk itu mereka mendatangi Saqifah Bani
Sa’idah. Dalam pertemuan tersebut, golongan Khajraz telah sepakat mencalonkan
Salad bin Ubaidah, sebagai pengganti Rasulullah. Akan tetapi, suku Aus belum menjawab
atas pandangan tersebut. Ketika perdebatan di antara mereka, Abu bakar
berpidato dihadapan mereka dengan mengemukakan kelebihan-kelebihan Anshar dan
Golongan Muhajirin, Abu Bakar Mengusulkan agar hadirin memilih salah satu dari
sahabat yaitu Umar Ibn Khattab dan Abu Ubaidah, namun keduanya menolak, dan
keduanya berkata, “Demi Allah kami tidak akan menerima pekerjaan besar ini
selama engkau masih ada , hai Abu Bakar...! Engkaulah Orang Muhajirin yang
paling mulia, Engkaulah satu-satunya orang yang menyertai Rasulullah di Gua
ketika dikejar-kejar oleh orang-orang Quraisy engkaulah satu-satu nya orang
yang pernah Rasulullah untuk menjadi Imam Shalat waktu Rasulullah Sakit…Untuk
itu tengadahkanlah tanganmu wahai Abu Bakar, kami hendak membaiatmu.
Pada awalnya Abu bakar sendiri merasa keberatan, kemudian Umar ibn Khattab
memegang tangan Abu bakar sebagai tanda pembaiatan dan diikuti oleh sahabat Abu
Ubaidillah, setelah kedua sahabat selesai maka diikuti oleh seluruh sahabat
yang ada di Saqifah bani Sa’idah itu baik kaum Muhajirin maupun Anshor.
Kemudian Abu Bakar berpidato. Pidato yang diucapkan setelah pengangkatannya
menegaskan totalitas kepribadian dan komitmen Abu Bakar terhadap nilai-nilai
Islam dan strategi menilai keberhasilan tertinggi bagi umat sepeninggal Nabi. Terlihat
jelas bahwa Abu Bakar dipilih secara aklimasi, dengan
terpilihnya Abu bakar serta pembai’atannya, resmilah berdiri kekhilafahan
pertama di dunia Islam.
B.
Sistem Politik dan Pemerintahannya
1.
Abu Bakar Ash-Shidiq
Proses Pemilihan
Setelah Nabi wafat,
sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshor berkumpul di balai kota Bani
Sa’idah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi
pemimpin. Kaum Anshar mencalonkan Sa’ad Ibn Ubadah. Sedangkan Muhajjirin
mendesak Abu Bakar sebagai calon mereka karena ia dipandang paling layak untuk
menggantikan Nabi. Di pihak lain terdapat kelompok orang yang menghendaki Ali
Bin Abu Thalib. Masing-masing golongan berhak menjadi penerus Nabi. Namun
berkat tindakan tegas dari Umar, Abu Bakar, dan Abu Ubaidah Ibnu Jarrah memaksa
Abu Bakar sendiri sebagai pengganti Nabi Muhammad, masing-masing pihak dapat
menerima dan membaiatnya.
Masa
Pemerintahan Abu bakar Ash-Shidiq (11-13 H / 632-634
M)
a.
Sistem Pemerintahan
Kekuasaan yang
dijalankan pada masa khalifah Abu Bakar bersifat sentral; yakni kekuasaan
Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif terpusat
di tangan Khalifah. Selain menjalankan pemerintahan, kalifah juga menjalankan
hukum. Meskipun demikian, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat
besarnya bermusyawarah. Adapun urusan pemerintahan diluar kota madinah,
khalifah Abu Bakar membagi wilayah kekuasaan hukum Negara Madinah menjadi
beberapa propinsi, dan setiap propinsi Ia menugaskan seorang amir atau wali
(semacam jabatan gubernur).
b.
Usaha-usaha yang di
lakukan Abu Bakar Ash-Shidiq
1.
Merealisasikan keinginan Nabi yang hampir tidak
terlaksana yaitu mengirimkan ekspedisi ke perbatasan Syiria di bawah pimpinan
Usamah untuk membalas pembunuhan ayahnya, Zaid, dan kerugian umat islam dalam
perang Mut’ah.
2.
Abu Bakar menghentikan pergolakan yang ada dalam
negeri, beliau juga menghadapi bahaya dari luar yang pada gilirannya dapat
menghancurkan eksistensi islam.
3.
Perang Riddah (perang melawan
kemurtadan).
4.
Memerangi orang-orang yang
tidak mau membayar zakat dari suku-suku Yaman, Yamanah, dan Oman.
5.
Menghancurkan Nabi-Nabi Palsu.
c.
Perluasan Wilayah
Setelah perang riddah melawan kaum murtad berakhir, di wilayah Timur Abu
Bakar mengangkat Khalid Ibn Al- Walid dan Mutsana
Ibn Haritsah sebagai panglima perang yang ada 12 H/633 M dan berhasil menguasai
Iran dan beberapa kota Irak seperti Anbar, Daumatul Jandal, dan Faradh. Pasukan
ini berasil memenangkan pertemuan di Yarmuk. Abu Bakar juga memberangkatkan
pasukan-pasukan ke beberapa daerah. Diantaranya adalah ke Damaskus dipimpin
Yazid Ibn Abi Sufyan, Palestina dipimpin ‘Amr Ibn Al Ash dan Hims dipimpin Abu
Ubaydah Ibn Al Jarrah.
d.
Akhir Pemerintahan
Masa pemerintahan Abu Bakar berakhir setelah Abu Bakar meninggal dunia
pada hari senin, 23 Agustus 624 M. Setelah kurang lebih 15 hari berbaring di
tempat tidur. Dia berusia 63 tahun dan kekhalifahan berlangsung selama 2 tahun 3 bulan
11 hari.
2.
Umar Ibn Al-Khathab
Proses Pemilihan
Sewaktu masih terbaring
sakit, Khalifah Abu Bakar secara diam-diam melakukan tinjauan pendapat terhadap
tokoh-tokoh terkemuka dari kalangan sahabat mengenai pribadi yang layak untuk
menggantikannya. Pilihan beliau jatuh pada Umar Ibn Al-Khatab, akan tetapi ia
ingin mendengarkan pendapat-pendapat tokoh yang lain. Untuk menjejaki pendapat
umum, Abu Bakar melakukan serangkaian konsultasi terlebih dahulu dengan
beberapa orang sahabat, seperti Abdur Rahman Ibn Auf dan Utsman Bin Affan.
Memang pada awalnya
terdapat berbagai keberatan mengenai rencana pengangkatan Umar, kemudian
Thalhah segera menemui Abu Bakar untuk menyampaikannya, namun pada akirnya Umar
adalah orang yang paling tepat dalam menduduki kursi kekhalifahan.
Masa Pemerintahan Umar Ibn Al-Khathab (13-23 H / 634-644 M)
a.
Sistem Pemerintahan
Administrasi pemerintahan
diatur menjadi delapan wilayah provinsi: Makkah, Madinah, Syiria, Jazirah,
Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan
sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka
memisahkan lembaga Yudikatif dengan lembaga Eksekutif. Khalifah Umar
menerapkan prinsip demokratis dalam kekuasaan. Yaitu dengan menjamin hak-hak
bagi setiap warga negara.
Adapun kekuasaan eksekutif dipegang oleh Umar bin Khhattab dalam kedudukannya
sebagai kepala Negara. Untuk menunjang kelancaran administrasi dan operasional
tugas-tugas eksekutif, Umar melengkapinya dengan beberapa jawatan,diantaranya:
1. Diwana al-kharaj (jawatan
pajak)
2. Diwana alahdats (jawatan
kepolisian)
3. Nazarat al-nafi’at (jawatan
pekerjaan umum)
4. Diwana al-jund (jawatan
militer)
5. Baitul al-mal (baitul mal)
b.
Perluasan Wilayah
Ekspansi Umar yang berhasil
antara lain dilancarkan ke ibu kota Syiria. Damaskus, Ardan, dan Hims yang
berhasil dikuasai pada 14 H/635 M dibawah pimpinan Abu Ubaydah Ibn Al-Jarrah.
Setahun kemudian setelah tentara Byzantium dikalahkan dalam perang Yarmuk,
seluruh daerah syiria dapat dikuasai. Melalui Syiria ini penguasaan Mesir
dilakukan dengan pimpinan Amr Bin Al Ash. Sedangkan ke Irak dipimpin oleh
Syurahbil Ibn Hasanah dan Sa’ad Ibn Al Waqqash. Selanjutnya Al Qadisiyah sebuah
kota dekat Hirah di Irak dikuasai. Pada tahun 673 M berhasil menjatuhkan Al
Madain. Dan pada tahun 641 M Mosul dapat ditaklukkan pula. Dengan demikian,
pada masa pemerintahan Umar wilayah kekuasaan islam meliputi seluruh
semenanjung Arabia, sebagian besar wilayah Persia, dan sebagian wilayah romawi.
c.
Akhir Pemerintahan
Khalifah Umar memerintah
selama 10 Tahun lebih 6 Bulan. Masa jabatannya berakhir dengan kematian yang
tragis yaitu seorang budak Persia yang bernama Abu Lu’luah secara tiba-tiba
menyerang dari belakang. Ketika Umar hendak sholat jama’ah subuh di masjid
Nabawi.
3.
Utsman Bin Affan
Proses Pemilihan
Utsman terpilih menjadi Khalifah diantara enam orang yang dinilai sangat pantas menduduki kursi
kekhalifahan dan ditunjuk oleh Umar pada saat menjelang ajalnya. Keenam Orang
itu adalah Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash, Thalhah bin Ubaidillah,
Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Mereka itulah yang
bermusyawarah untuk menentukan siapa yang menjadi khalifah. Umar menempuh cara
petepan yang berbeda dengan cara Abu Bakar. Agar perolehan suaranya tidak sama,
maka Umar mengizinkan anaknya ’Abd Allah ikut bermusyawarah dengan syarat tidak
boleh dipilih sebagai khalifah. Dalam pemilihan itu Usman mendapat 4 suara , sedangkan Ali mendapat 3
suara.
Masa
Pemerintahan (23-35 H / 644-656 M)
a.
Pemerintahan
Untuk pelaksanaan administrasi pemerintahan di daerah, khalifah usman mempercayakannya
kepada seorang gubernur untuk setiap wilayah atau propinsi pada masanya
kekuasaan wilayah madinah dibagi menjadi 10 propinsi. Sedangkan kekuasaan
legislative dipegang oleh Dewan Penasehat Syura, tempat khalifah mengadakan
musyawarah dengan para sahabat terkemuka. Prestasi tertinggi masa pemerintahan
Usman sebagai hasil majlis syura adalah menyusun al-quran standar, yaitu
penyeragaman bacaan dan tulisan Al-Quran.Untuk mengisi baitul mal diperoleh
dari alfarz, usyri, usyur, zakat dan jizya. Umar juga melengkapinya dengan
beberapa jawatan. Utsman paling berjasa dalam membangun bendungan untuk menjaga
arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga
membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid
Nabi di Madinah.
b.
Perluasan Wilayah
Di wilayah barat Utsman mengizinkan pasukan islam melakukan penaklukan ke
Benua Afrika. Hal inilah yang membedakan Utsman dengan pendahulunya yang tidak
boleh melakukan penyerbuan melalui laut. Sementara itu di wilayah timur pasukan
islam berhasil menaklukkan daerah Farghanah, Kabul, Juran, Balkah, dan Herat.
c.
Akhir Pemerintahan
Situasi politik pada masa akhir pemerintahan Utsman semakin mencekam dan
timbul pemberontakan-pemberontakan yang mengakibatkan terbunuhnya Utsman.
Utsman Akhirnya wafat sebagai Syahid pada hari Jum’at tanggal 17 Dzulhijjah 655
M. Ketika para pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan dan membunuh Utsman
saat sedang membaca Al Quran.
4.
Ali Bin Abi Thalib
Proses Pemilihan
Peristiwa pembunuhan Utsman mengakibatkan kegentingan di seluruh dunia islam yang waktu itu
sudah membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu itu
menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain Ali Bin Abi thalib
menjadi khalifah. Waktu itu Ali berusaha menolak, tetapi Zubair Bin Awwam dan
Thalhah bin Ubaidillah memaksa beliau sehingga akhirnya Ali menerima baiat
mereka. Menjadikan Ali satu-satunya khalifah yang di baiat secara massal.
Karena khalifah sebelumnya dipilih melalui cara yang berbeda-beda.
Masa Pemerintahan (35-40 H / 656-661 M)
a.
Pemerintahan
Ali berhasil memecat
sebagian besar gubernur yang korupsi dan mengembalikan kebijaksanaan Umar pada
setiap kesempatan yang memungkinkan. Ia membenahi dan menyusun arsip Negara
untuk mengamankan dan menyelamatkan dokumen-dokumen khalifah dan kantor
sahib-ushsurtah, serta mengkoordinir polisi dan menetapkan tugas-tugas mereka.
Ali juga mengambil kembali tanah-tanah yang dibagikan Utsman kepada
famili-famili dan kaum kerabatnya tanpa jalan yang sah.
b.
Akhir Pemerintahan
Dalam pemerintahannya ali
banyak mengalami pertentangan karena ada anggapan Ali tidak mampu mengungkap
pembunuhan Utsman. Kelompok Khawarij bahkan menyimpulkan bahwa penyebab
terpecahnya kamu Muslimin adalah tiga orang, yaitu Ali, Muawiyah, dan Amr Bin
Ash. Maka ketiganya harus di bunuh. Ketika rencana tersebut akan dilaksanakan
ternyata hanya Ali yang berhasil terbunuh. Ali wafat pada tanggal 17
Ramadhan 40 H / 660 M. Ali tewas ketika hendak berangkat shalat subuh.
C.
Sistem Pergantian Kepala Negara
1.
Abu Bakar As-Siddiq (11-13 H/632-634 M)
Namanya
ialah Abdullah bin Abi Quhafah At-Tamimi. Di zaman pra Islam bernama Abdul
Ka’bah kemudian diganti oleh Nabi menjadi Abdullah. Ia termasuk salah seorang
sahabat yang Utama julukannya ialah Abu Bakar (bapak pemagi) karena dari
pagi-pagi betul (orang-orang yang paling awal) memeluk Islam. Gelarnya
As-siddiq diperoleh karena ia dengan segera membenarkan Nabi dalam berbagai
peristiwa, terutama Isra dan Mi’raj. Nabi sering kali menunjukkannya untuk
mendampinginya disaat-saat penting atau jika berhalangan, Rasul mempercayainya
sebagai pengganti untuk menangani tugas-tugas keaagamaan dan atau mengerusi
persoalan-persoalan aktual di Madinah. Pilihan umat terhadap tokoh ini
sangantlah tepat.
2.
Umar bin Khattab (13-23 H/634-644 M)
Ia bernama Umar Ibn
Khattab Ibn Nufail keturunan Abdul Uzza Al-Quraisy. Ia dilahirkan di Mekkah
empat tahun sebelum kelahiran Nabi SAW. Umar masuk Islam pada tahun ke lima
setelah kenabian, dan menjadi salah satu sahabat terdekat Nabi SAW. Sebelum
meninggal dunia Abu Bakar telah menunjuk Umar Ibn Khattab menjadi penerusnya.
Dua tahun bagi Khalifah Abu Bakar belum cukup menjamin stabilitas keamanan
terkendali maka petunjuk ini dimaksud untuk mencegah kemungkinan terjadi
perselisihan dikalangan umat Islam.
Pada
awalnya terdapat berbagai keberatan mengenai rencana pengangkatan Umar ini,
sahabat Talhah misalnya segera menemui Abu Bakar untuk menyampaikan rasa
kecewanya. Namun oleh karena Umar adalah orang yang paling tepat untuk
menduduki kursi kekhalifahan, maka pengangkat Umar mendapat persetujuan dan
baiat dari semua anggota masyarakat Islam. Umar Ibn Khattab menyebut dirinya
“Khalifah Khalifati Rasulillah”(pengganti dari pengganti Rasulullah). Ia juga
mendapat gelar “Amir Al-Mukminin” (komandan orang-orang beriman) sehubungan
dengan penaklukan-penaklukan pada masa pemeritahnnya.
3.
Utsman bin Affan (24-36 H/644-656 M)
Nama lengkapnya ialah
Utsman Ibn Affan Ibn Abdil-As Ibn Umaiyah dari puak Quraisy. Ia memeluk Islam
lantaran ajakan Abu Bakar dan menjadi salah seorang sahabat dekat Nabi SAW. Ia
sangat kaya tetapi berlaku sederhana, dan sebagian besar kekayaannya digunakan
untuk kajayaan Islam. Ia mendapat julukan Zun
Nurain karena mengawini dua putri Nabi SAW secara beraturan setelah yang
satu meninggal. Ia juga merasakan penderitaan yang disebabkan oleh tekanan kaum
Quraisy terhadap muslimin di Mekah, dan ikut Hijrah ke Abesinia beserta
istrinya.
4.
Ali bin Abi Thalib (36-41 H/656-661 M)
Ali
adalah putra Abi Thalib Ibn Abdul Muthalib. Ia adalah sepupu Nabi SAW yang
telah ikut bersamanya sejak bahaya kelaparan mengancam kota Mekkah, demi untuk
membantu keluarga pamannya yang mempunyai banyak putra. Abbas, paman Nabi yang
lain membantu Abu Thalib dengan memelihara Jafar, anak Abu Thalib yang lain. Ia
telah masuk Islam dalam waktu yang masih berada pada umur sangat muda. Ketika
Nabi menerima wahyu yang pertama, menurut Hassan, Ali berumur 13 tahun atau 9
tahun menurut Mahmudun Nasir. Ia menemani Nabi dalam perjuangan menegakkan
Islam, baik di Mekkah maupun di Madinah, dan ia diambil menantu oleh Nabi SAW
dengan mengawininya dengan Fatimah salah seorang putri Rasulullah dan dari sisi
inilah keturunan Nabi dari Rasulullah berkelanjutan.
D.
Masa
Abu Bakar Dan Umar Bin Khatab: Politik, Militer, Ghanimah dan Ahlul Hilli wal
‘Aqd
1.
Abu Bakar As Shiddiq ( 11-13 H/632-634 M )
Abu Bakar adalah lelaki yang pertama kali memeluk Islam,
walaupun Khadijah lebih dahulu masuk Islam daripadanya. Adapun dari golongan
anak-anak, Ali yang pertama memeluk Islam, sementara Zaid bin Haritsah adalah
yang pertama kali memeluk Islam dari golongan budak.
Ternyata keislaman Abu Bakar paling banyak membawa
manfaat besar terhadap Islam dan kaum muslimin dibandingkan dengan keislaman
selainnya, karena kedudukannya yang tinggi dan semangat kesungguhannya dalam
berdakwah. Dengan keislamannya maka masuk mengikutinya tokoh-tokoh besar yang
masyhur seperti Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, Utsman bin Affan,
Zubair bin Awwam, dan Talhah bin Ubaidillah.
Di awal keislamannya beliau menginfakkan di jalan Allah
apa yang dimilikinya sebanyak 40.000 dirham, beliau banyak memerdekakan
budak-budak yang disiksa karena keislamannya di jalan Allah, seperti Bilal.
Beliau selalu mengiringi Rasulullah selama di Makkah, bahkan dialah yang
mengiringi beliau ketika bersembunyi dalam gua dan dalam perjalanan hijrah
hingga sampai di kota Madinah. Disamping itu beliau mengikuti seluruh
peperangan yang diikuti Rasulullah baik perang Badar, Uhud, Khandaq, Penaklukan
kota Makkah, Hunain maupun peperangan di Tabuk. Pilihan umat terhadap tokoh ini
sangatlah tepat.
Pemerintahan
Kewafatan Rasulullah menjadikan kekacauan dikalangan
ummat Islam. Pada awal pemerintahan Abu Bakar terjadilah hal-hal yang harus
dihadapi secara serius. Secara ringkas hal-hal yang timbul itu dapat
disebutkan; adanya kabilah-kabilah yang tidak mau tunduk kepada pemerintahan
Abu Bakar yang berkedudukan di Madinah; Ada golongan yang ingkar membayar
pajak; Ada beberapa orang yang mendakwahkan bahwa dirinya seorang Nabi.
Abu bakar menyadari bahwa kekuatan kepemimpinannya bertumpu
pada komunitas yang bersatu, yang pertama kali mendapat perhatiannya adalah
merealisasikan keinginan Nabi yang hampir tidak terlaksana, yaitu mengirimkan
ekspedisi ke perbatasan Suriah di bawah pimpinan Usamah. Sebagian sahabat
menentang keras rencana ini disebabkan usia Usamah yang masih belia. Nyatanya ekspedisi ini sukses dan membawa pengaruh
positif bagi umat Islam, khususnya di dalam membangkitkan kepercayaan diri
mereka yang nyaris pudar.
Dalam masa waktu dua tahun tiga bulan sepuluh hari, selama memangku jabatan
khalifah dapatlah dicatat tugas-tugas yang telah terselesaikan dengan baik,
diantaranya yaitu:
·
Melaksanakan pemakaman
jenazah Rasulullah Saw pada tanggal 15 Rabi’ul Awwal tahun ke 11 Hijriyyah,
bertepatan dengan tahun 632 Masehi.
·
Menegakkan hukum zakat
dan memberantas orang-orang yang mengingkari zakat.
·
Memadamkan pemberontakan
yang dilakukan oleh orang-orang yang murtad dan para nabi palsu.
·
Memberangkatkan pasukan dibawah panglima
Usamah bin Zaid ke Suriah (Damaskus) yang telah diperintahkan Rasulullah
menjelang wafatnya.
·
Di bawah panglima perang Khalid bin Walid
telah berhasil menaklukkan beberapa daerah kekuasaan Persia dan Romawi Timur,
sehingga kejayaan Islam semakin nyata di mata dunia. Seperti Syiria, Irak, Iran
dan sebagian Mesirpun telah menjadi daerah kekuasaan Islam.
·
Hukum Islam dapat dilaksanakan sebagaimana
mestinya, sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh rasulullah Saw.
·
Memperluas daerah penyebaran agama Islam
keberbagai daerah.
·
Ibn Katsir berkata,” Pada tahun 12 H Abu
Bakar ash-Shiddiq memerintahkan Zaid bin Tsabit agar mengumpulkan al-Quran dari
berbagai tempat penulisan, baik yang ditulis di kulit-kulit, dedaunan, maupun
yang dihafal dalam dada kau muslimin. Peristiwa itu terjadi setelah para Qari’
penghafal al-Quran banyak yang terbunuh dalam peperangan Yamamah, sebagaimana
yang disebutkan dalam kitab shahih Bukhari.
·
Menunjuk atau mewasiatkan khalifah yang akan
menggantikan dirinya setelah meninggal nanti, demi kesejahteraan dan
ketentraman dikalangan umat Islam.
Tugas-tugas
di atas telah diselesaikan dengan baik oleh Abu Bakar, sehingga tercatat dalam
lembaran sejarah, bahwa ia termasuk putra Islam yang berhasil dengan gemilang
dalam meluhurkan agama Allah dan dalam mengemudikan kenegaraan. Itulah Abu Bakar
ash-Shiddiq dalam mengarungi hidup dan kehidupan di dunia ini, dihiasi dengan
perjuangan yang tak mengenal lelah dan menyerah.
2.
Umar Ibn Khattab ( 13-23
H/634-644 M )
Beliau adalah Umar bin al-Khaththab bin Nufail bin Adi
bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin Adi bin Ka’ab bin
Lu’ai, Abu Hafs al-‘Adawi. Julukan beliau adalah al-Faruq. Ada yang menyebutkan
bahwa gelar itu berasal dari Ahli Kitab.
Memeluk Islam
Umar memeluk Islam pada tahun keenam selepas kerasulan
Nabi, sewaktu berumur 33 tahun, karena tertarik dengan ayat-ayat Al-Quran yang
dibaca oleh adiknya Fatimah. Beliau kemudiannya memberi sumbangan yang besar
terhadap perkembangan Islam. Setelah Umar memeluk Islam maka kaum muslimin
diliputi ketenangan dalam menjalankan kegiatan mereka tanpa kekhawatiran akan
bayang-bayang ancaman orang-orang kafir.
Umar - Si Al-Faruq
Beliau digelari “al-Faruq” yang bermaksud “orang yang
membedakan antara hak dengan yang bathil”. Gelar ini diberikan oleh Rasulullah
semasa beliau membawa sekumpulan umat Islam untuk bersembahyang di hadapan
Ka’bah secara terbuka untuk pertama kalinya dalam sejarah Islam. Beliau sendiri
yang menjaga mereka daripada gangguan orang-orang Quraish. Nabi Muhammad SAW
juga mengelarinya sebagai “Abu Hafs” kerana kegagahannya. Ketika berhijrah ke Madinah, banyak orang Islam yang
keluar dari Kota Mekah secara bersembunyi, tetapi Umar keluar secara
terang-terangan. Pedang di tangannya selalu terhunus kepada siapa saja yang
mencoba menghalanginya.
Ketika Khalifah Abu Bakar sedang sakit dan merasa ajalnya
akan tiba, beliau memanggil sahabat dan meninjau fikiran mereka untuk mencari
tokoh Islam untuk dilantik menggantikannya. Khalifah. Abu Bakar memasukkan nama
Umar untuk dicalonkan memegang jawatan itu. Pilihan tersebut mendapat
persetujuan dari kalangan sahabat dan kaum muslimin. Umar dilantik memegang
jawatan sebagai khalifah kedua menggantikan Abu Bakar pada hari Selasa, 22 Jumadilakhir
tahun 13 Hijrah.
Sifat-Sifat Pribadi
Seorang yang bersifat berani dan tidak gentar dalam
menegakkan kebenaran agama Islam juga seorang yang tegas dan adil. Ditakuti
oleh orang banyak karena keberaniannya dan taat pada ajaran Allah SWT. Seorang
yang berpandangan jauh, berfikiran terbuka dan sedia untuk menerima pendapat
orang lain. Seorang pemerintah yang bertanggungjawab, adil dan amanah. Pernah
menyamar sebagai rakyat biasa walaupun ketika itu beliau memegang jabatan
khalifah untuk melihat sendiri keadaan rakyatnya, malah beliau sendiri yang
mengangkat gandum dan minyak untuk diberikan kepada salah seorang daripada
golongan yang memerlukan.
Ahl
Al-Hall Wa Al ‘Aqd
Mereka adalah orang – orang yang memiliki kualifikasi
untuk bertindak atas nama orang muslim dalam memilih seorang khilafah, dikenal
sebagai Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd (kadang kadang disebut Ahl Al ‘Aqd Wa Al-Hall).
Dalam teori politik abad pertengahan, fungsi utama mereka bersifat kontraktual.
Artinya mereka menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada seorang yang paling
berkualifikasi dan begitu diterima, mereka memberikan bai’at kepadanya. Mereka
juga diberi kepercayaan memberhentikan khalifah apabila khalifah gagal memenuhi
kewajibannya. Mereka harus Muslim, berusia dewasa, adil, merdeka (bukan budak),
dan mampu melakukan ijtihad (Menafsirkan sumber-sumber hukum agama).Syarat terakhir
ini mengimplikasikan bahwa Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd haruslah faqih dan piawai dan
konsensusnya mengikat.
Istilah Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd pada masa sekarang di
negara kita populer dengan sebutan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat),
sedangkan di kalangan Kaum intelektual / mahasiswa disebut dengan DPM (Dewan
Presidium Mahasiswa), selain itu juga disebut dengan dewan legislatif dan
syuro.
Penetapan kepemimpinan bisa melalui dua cara
:
1.
Dipilih oleh Ahl Hall Wal Aqd. Cara ini
dipakai pada saat pemilihan sahabat Abu Bakar dan sahabat Ali bin Abi
Tholib.
2.
Metode al’ahdu atau istihlaf. Dipilih
atau ditunjuk langsung oleh pemimpin yang sebelumnya (demisioner).
Dimasa
Khalifah Abu Bakar Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd terdiri dari Umar Ibn Khattab, Utsman
bin Affan, Ali Ibn Abi Thalib, Abdurrahman Ibn Auf, Mu’adz Ibn Jabal, Ubai Ibn
Kaab dan Zaid Ibnu Tsabit.
Di
akhir pemerintahan Khilafah Umar bin Khottob, dalam rangka mengatasi masalah
penggantinya setelah dia meninggal dunia, para pendampingnya menyarankan agar Umar
menunjuk pengganti sebagaimana dilakukan oleh Abu Bakar as Shiddiq, Namun Umar
enggan untuk Menentukan penggantinya. Sebagai jalan keluar Umar bin Khattab
menunjuk enam orang sahabat sebagai pengambil kebijaksanaan yang akan menunjuk
penggantinya. Keenam orang tersebut adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi
Thalib, Talhah bin Ubaidah, Zubair Bin Awwam, Said bin Abi Waqqas, dan
Abdurrahman bin ‘Auf.
Kesejahteraan Rakyat (Pembagian Jizyah Dan
Ghonimah)
1.
Abu Bakar As-Shiddiq
Untuk
meningkatkan kesejahteraan umum Abu Bakar membentuk lembaga Bait Al-Maal,
semacam kas negara atau lembaga keuangan. Pengelolaannya diserahkan kepada Abu
Ubaidah, sahabat nabi yang digelari amin al-ummah (kepercayaan ummat).
Selain itu didirikan pula lembaga peradilan yang ketuanya dipercayakan kepada
Umar Ibn Khattab. Kebijaksanaan lain yang ditempuh abu Bakar adalah membagi
sama rata hasil rampasan perang (ghanimah). Dalam hal ini, ia berbeda pendapat
dengan Umar Ibn Khattab yang menginginkan pembagian dilakukan berdasarkan jasa
tiap-tiap sahabat. Alasan yang dikemukakan Abu Bakar adalah semua perjuangan
yang dilakukan atas nama islam akan mendapat balasan dari Allah SWT di akhirat.
Karena itu, biarlah di dunia mereka mendapat bagian yang sama.
2.
Umar Ibn Khattab
Untuk
Kesejahteraan rakyat, Umar tidak pernah mengesampingkan, ia sangat
memperhatikan bagaimana taraf kehidupan rakyat yang dipimpinnya. Ia memberikan
tunjangan kepada rakyat sesuai klasifikasi berdasarkan nasab kepada Nabi
Muhammad Saw. (termasuk di dalamnya istri beliau), senioritas dalam memeluk
agama Islam, jasa dalam perkembangan dakwah islam dan perjuangan mereka dalam
menegakkan agama islam jumlah tunjangan masing-masing berbeda berdasarkan
urutan klasifikasi di atas. Hal ini disebabkan kepiawaian umar dalam mengatur
harta kekayaan negara yang berasal dari jizyah dan Ghonimah sebaik mungkin,
disamping para pembantu dibelakangnya yang selalu setia dan memegang teguh
amanat yang telah dibebankan dipundaknya untuk dilaksanakan sebaik mungkin.
Dalam
jangka waktu relatif singkat (10 tahun), Umar telah melakukan reformasi dalam
pemerintahannya. Dia termasuk pemimpin yang berhasil, terutama pada
kesejahteraan rakyat dan peraturan Islam yang makin kokoh. Dalam perintahannya,
ada majelis syura’. Bagi Umar tanpa musyawarah, maka pemerintahan tidak akan
bisa jalan. Di sisi lain ia tidak hanya menanamkan nasionalisme Arab, bahwa di
negeri Arab tidak akan ada kepercayaan (kesetiaan) selain Islam.
Umar
kemudian membentuk departemen dan membagi daerah kekuasaan Islam menjadi
delapan provinsi. Setiap provinsi dikepalai oleh wali dan didirikan kantor
Gubernur. Umar juga membentuk kepala distrik yang disebut ‘amil. Tapi
yang perlu dipahami bahwa setiap pejabat pemerintahan, sebelum diambil sumpah,
terlebih dahulu diaudit harta kekayaannya oleh tim yang telah dibentuk oleh
Umar.
Berangkat
dari prinsip bahwa politik berpusat pada kaidah-kaidah dan ajaran Islam, Umar
membuat suatu sistem untuk negeri-negeri Arab dan untuk seluruh kedaulatan
negeri Islam itu, yang pada zamannya sangat dipatuhi dan berjalan sekian lama
sesudahnya. Dengan sistem itulah membuat kedaulatan Islam tetap terpelihara dan
bertahan.Umar berijtihad dalam membuat sistem itu, suatu ijtihad yang
mengukir kecemerlangan dalam sejarah, yang keagungannya dalam menciptakan
sebuah kedaulatan sangat berarti.
Model
perpolitikan yang diterapkan Umar terhadap kedaulatan yang baru itu menjadi
penggerak kemajuan dakwah Islam yang bertahan lama sepeninggalanya. Dalam
periode Umar ini dikenal pembangunan Islam dengan perubahan-perubahan. Bahkan
peta Islam melebar ke seluruh wilayah Persia dan menyentuh sebagian India dan
sentral Asia serta wilayah kekuasaan Bizantium, Syam, dan Mesir, yang saat itu
sempat menjadi ancaman bagi negara Islam.
Sistem Militer, Pertahanan Dan Keamanan
1.
Abu Bakar As-Shiddiq
Dalam
menyusun sistem militer dan pertahanan keamanan pada masa ini terpengaruh
dengan penuntasan masalah pemberontakan, kemurtadan, dan pembangkangan. Untuk
memerangi para pembangkang dan kaum murtaddien ini, Abu Bakar membagi pasukan
menjadi sebelas brigade:
1.
Khalid Ibn Walid memimpin pasukan untuk
memerangi nabi palsu Thulailah Ibn Khuwailid dari bani Asad dan Malik Ibn
Nuwairah (Pemimpin Pemberontak) dari Bani Tamim di Buthah.
2.
Ikrimah Ibn Abi Jahl Memimpin pemadaman
pemberontakan Nabi Palsu Musailamah Al-Kadzab dari Bani Hanifah di iyayamah.
3.
Surahbil Ibn Khasanah memimpin tentara ke
Qudha’ah dan membantu pasukan Ikrimah.
4.
Al-Muhajir Ibn Abi Umayyah memimpin tentara
memerangi Al-Aswad Al-Ansi yang mengaku s ebagai Nabi Palsu di Yaman dan
sebagai bantuan bagi para anak-anak raja Yaman untuk menundukkan Qais bin
Maksyuh karena telah melepaskan diri dari ketaatan terhadap pemerintahan kaum
muslimin.
5.
Khalid bin Sa’id bin
al-Ash, diperintahkan berangkat menuju perbatasan kota Syam.
6.
Amru bin ak-Ash,
ditugaskan untuk berjalan menuju Jumaa’ tempat Qudha’ah, Wadiah dan al-Harits.
7.
Hudzaifah Ibn Mihsan
memadamkan pemberontakan suku Daba di Oman yang di pimpin Zul-Taj Laqith Ibn
Malik Al-Adzdi.
8.
Arfajah Ibn Khuzimah
memimpin tentara ke Mahrah.
9.
Thuraifah bin Hajiz
diperintahkan menuju Bani Sulaim dan suku Hawazin
10. Suwaid Ibn Muqran memerangi sukuTtihamah Yaman.
11. Ala Ibn Al-Khadrami memimpin pasukan menyerbu Khutam Ibn
Dabi’ah yang murtad di Bahrain.
Seluruh Brigade di atas bertugas memadamkan pemberontakan
bagian selatan arabia, karena mereka adalah penentang keras serta gigih dalam
memberontak dan cukup kuat bertahan dari gempuran tentara Islam. Untuk daerah
Utara, Abu Bakar cukup membentuk tiga brigade yang dipimpin Amir Ibn ‘Ash untuk
daerah Qida’ah, Mi’an Ibn Hajiz untuk Bani Sulai di Hawazim dan Khalid Ibn Said
untuk membebaskan Syam.
2.
Umar Ibn Khattab
Menaklukkan bangsa Romawi dengan suatu kemenangan yang gemilang. Dengan kemenangan ini, wilayah kekuasaan Islam semakin bertambah luas,
negeri yang menjadi kekuasaannya menjadi aman, tentram, makmur dan sejahtera.
Daerah-daerah yang bisa ditaklukkan antara lain: Palestina, Homas, Damsyiq,
Beirut, Isthahiyah dan lain-lain. Disamping itu mesir, Irak dan Persia juga
tunduk dalam kekuasaan Islam, yang berarti saat itu Islam mencapai kejayaan
yang luar biasa.
Untuk kepentingan pertahanan, keamanan dan ketertiban
dalam masyarakat didirikanlah lembaga kepolisian, korps militer dengan tentara
terdaftar. Mereka digaji yang besarnya berbeda-beda sesuai dengan tugasnya. Dia
juga mendirikan pos-pos militer di tempat-tempat setrategis.
E.
Utsman
dan ali: penetapan mushaf, utsmani; akar konflik politik dan
teologi.
1. Usman bin Affan
Nama
lengkapnya adalah Utsman bin Affan bin Abi Al-Ash bin Umayyah bin Abd Al-Manaf
dari suku Quraisy. Utsman masuk islam pada usia 30 tahun atas ajakan Abu Bakar.
Setelah masuk islam utsman mendapat siksaan dari pamannya yang bernama Hakam
bin Abil Ash. Ustman di juluki dzun nurain, karena menikahi dua putrid
Rasulullah SAW. Secara berurutan setelah yang satunya meninggal yaitu Ruqayyah
dan Ummu Kulsum.
Proses Pengankatan
khalifah Utsman bin Affan
Seperti
halnya Umar, Utsman diangkat menjadi khalifah melalui proses pemilihan. Bedanya
Umar dipilih langsung sedangkan Utsman diangkat atas penunjukan tidak langsung,
yaitu melalui dewan syura atau formatur yang di bentuk oleh Umar menjelang
wafat. Khalifah Umar membentuk sebuah komisi yang terdiri dari 6 orang calon,
dengan perintah memilih salah seorang dari mereka untuk diangkat menjadi
khalifah baru. Mereka adalah Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Sa’ad bin
Abi Waqqash, Abd Ar-Rahman bin Auf, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin
Ubaidillah. Di samping itu, Abdullah bin Umar dijadikan anggota tetapi ia hanya
memiliki hak pilih dan tidak berhak untuk dipilh.
Mekanisme
pemilihan khalifah ditentukan sebagai berikut: pertama, yang
menjadi khalifah adalah yang dipilih oleh anggota formatur dengan suara
terbanyak. Kedua, apabila suara imbang yakni 3:3, Abdullah bin
Umar yang berhak menentukannay. Ketiga, apabila campur tangan
Abdullah tidak diterima, calon yang dipilih Abd Ar-Rahman bin Auf harus
diangkat menjadi khalifah. Kalau masih ada yang menentang, maka penentang itu
hendaklah dibunuh.
Ketika
Utsman terpilih menjadi Khalifah usianya 70 tahun. Masa pemerintahan Utsman bin
Affan termasuk yang paling lama, yaitu selama 12 tahun (24-36H/644-56M). Tetapi
sejarah mencatat tidak seluruh masa kekuasaanya menjadi saat yang baik dan
sukses baginya. Para penulis sejarah membagi zaman pemerintahan Utsman menjadi
dua periode, yaitu 6 tahun pertama merupakan masa kejayaan pemerintahannya dan
6 tahun terakhir masa pemerintahan yang buruk.
Pemerintahan Utsman
bin Affan
1. Dari
segi politik
Pada
masa awal pemerintahanya, Utsman melanjutkan sukses para pendahulunya, terutama
dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam. Kekuasaan Islam telah mencapai asia
dan afrika, seperti daerah Herat, Kabul, Ghazni, dan Asia Tengah, juga Armenia,
Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian tersisa dari Persia, dan berhasil menumpas
pemberontakan yang dilakukan orang Persia.
Dari
segi ekonomi, yaitu tentang pelaksanaan baitul maal, Ustman hanya melanjutkan
pelaksanaan yang telah dilakukan pada masa sebelumnya, yaitu Abu Bakar dan
Umar. Namun, pada masa Utsman, Ia dianggap telah melakukan korupsi karena
terlalu banyak mengambil uang dari baitul maal untuk diberikan kepada
kerabat-kerabatnya. Padahal, tujuan dari pemberian uang tersebut karena Utsman
ingin menjaga tali silaturahim. Selain itu, disamping dari segi baitul maal,
Utsman juga meningkatkan pertanian. Ia memerintahkan untuk menggunakan
lahan-lahan yang tak terpakai sebagai lahan pertanian.
Dari
segi pajak, Utsman, sama seperti dari segi baitul maal, melanjutkan perpajakan
yang telah ada pada masa Umar. Namun sayangnya, pada masa Utsman pemberlakuan
pajak tidak berjalan baik sebagaimana ketika masa Umar. Pada masa Utsman, demi
memperlancar ekonomi dalam hal perdagangan, ia banyak melakukan perbaikan
fasilitas, seperti perbaikan jalan-jalan dan sebagainya.
2. Dari
segi budaya atau pembangunan
Dari
dimensi sosial budaya, ilmu pengetahuan berkembang dengan baik. Pertumbuhan dan
perkembangan ilmu pengetahuan erat kaitannya dengan perluasan wilayah Islam.
Dengan adanya perluasan wilayah, maka banyak para sahabat yang mendatangi
wilayah tersebut dengan tujuan mengajarkan agama Islam. Selain itu, adanya
pertukaran pemikiran antara penduduk asli dengan para sahabat juga menjadikan
ilmu pengetahuan berkembang dengan baik. Dari segi sosial budaya, Utsman juga
membangun mahkamah peradilan. Hal ini merupakan sebuah terobosan, karena
sebelumnya peradilan dilakukan di mesjid. Utsman berjasa membangun bendungan
untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota.
Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid, dan
memperluas masjid Nabi di Mekah. Perluasan Mesjid Haram dan Mesjid Nabawi
sendiri dilakukan karena semakin bertambah banyaknya umat muslim yang
melaksanakan haji setiap tahunnya.
3. Penyusunan
Mushaf Utsmani
Karya
monumental Utsman adalah membukukan mushaf Al-Qur’an. Tujuan pemushafan ini
adalah untuk mengakhiri perbedaan-perbedaan dalam pembacaan Al-Qur’an di
kalangan umat Islam yang diketahui pada saat ekspedisi militer ke Armenia dan
Azerbaijan, perselisihan muncul dikalangan tentara muslim, di mana sebagiannya
direkrut dari suriah dan sebagian dari Irak.
Setelah
wafatnya khalifah Umar, diangkatlah Usman bin Affan menjadi khalifah ke tiga.
Suatu hal yang perlu ditegaskan adalah bahwa di mana pun umat Islam berada dan
ke mana pun mereka pergi, namun al-Qur’an tetap menjadi Iman dan pedoman hidup
yang utama bagi mereka. Akan tetapi pada masa pemerintahan Usman mulailah
tampak gejala-gejala pertikaian antara kaum muslimin mengenai al-Qur’an,
karena:
1.
Tidak adanya uniformitas atau keseragaman
tentang susunan surat-surat pada naskah-naskah yang mereka miliki.
2.
Tidak adanya uniformitas dalam qiraat atau
cara membaca ayat-ayat al-Qur’an.
3.
Tidak adanya uniformitas dalam ejaan tulisan
yang mereka pakai dalam menuliskan ayat-ayat al-Qur’an.
Akan
tetapi pada masa khalifah Usman ketidakseragaman qiraat telah menimbulkan
perpecahan dan merasakan perlu untuk ditertibkan. Orang yang pertama
mensinyalir adanya perpecahan adalah sahabat Huzaifah ibnul Yaman. Kemudian
Huzaifah melaporkan kepada Usman segera mengambil langkah-langkah untuk
mentertibkannya. Usul ini diterima oleh Usman dan Beliau mengambil langkah-langkah
antara lain:
1.
Meminjam naskah yang telah ditulis oleh Zaid
ibnu Tsabit pada masa Abu Bakar yang disimpan oleh Hafshah binti Umar.
2.
Membentuk panitia yang terdiri dari:
a. Zaid
ibnu Tsabit
b. Abdulloh
ibnu Zubair
c. Sa’id
ibnul Ash
d. Abdurrohman
ibnuh Harits ibnul Hijam
3.
Usman memberikan tugas pada panitia untuk
menyalin dan menurun kembali ayat-ayat al-Qur’an dari lembaran-lembaran naskah
Abu Bakar sehingga menjadi mushaf yang lebih sempurna.
4.
Usman memberikan patokan-patokan pada panitia
dalam melakukan tugasnya adalah: Dalam menyalin ayat-ayat dari naskah Abu Bakar
harus mengecek dan berpedoman pada hafalan para sahabat.
Ayat
harus ditulis dengan memakai ejaan tulisan yang seragam. Apabila terjadi
perselisihan antar anggota panitia tentang bahasa atau bacaan suatu kata harus
ditulis dengan ejaan tulisan yang sesuai dengan lahjah atau dialek Suku
Quraisy. Susunan surat hendaklah diatur menurut cara tertentu berdasarkan
ijtihad dan pedoman yang didapat dari Rosululloh.
Akhirnya
seiringnya waktu para panitia berhasil mengumpulkan dan menghimpun semua
al-Qur’an kedalam sebuah mushaf yang dikenal dengan Mushaf Usmani. Sesuai
dengan tujuan awal pengumpulan dan penghimpunan ini untuk memepersatukan semua
umat islam yang sempat terpecah belah karena adanya perbedaan dalam pembacaan
ayat al-Qur’an, maka khalifah Usman memerintahkan kepada semua gubernurnya
untuk menghancurkan semua mushaf yang ada ditengah-tengah masyrakat dan
digantikan dengan Mushaf Usmani.
Periode Terakhir Pemerintahan Utsman
Setelah melewati masa-masa gemilang, pada
masa paruh terakhir kekuasaanya, Khalifah Utsman menghadapi berbagai
pemberontakan dan pembangkangan di dalam negri yang dilakukan oleh orang-orang
yang kecewa terhadap tabiat khalifah dan beberapa kebijaksanaan
pemerintahannya. Akan tetapi kekacauan sudah dimulai sejak pertama tokoh ini
terpilih menjadi khalifah.
Utsman adalah orang yang baik dan saleh namun
dalam banyak hal kurang menguntungkan. Karena Utsman terlalu terikat dengan
kepentingan-kepentingan orang Mekah, khususnya kaum Quraisy dari kalangan Bani
Umayyah. Kemenangan Utsman sekaligus adalah suatu kesempatan yang baik bagi
sanak saudaranya dari keluarga besar Bani Umayyah. Utsman berada dalam pengaruh
dominasi seperti itu maka satu persatu kedudukan tinggi di duduki oleh anggota
keluarganya.
Situasi politik semakin mencekam bahkan
berbagai usaha yang bertujuan baik dan mempunyai alasan yang kuat untuk
kemaslahatan umat disalah pahami dan melahirkan perlawanan dari masyarakat.
Pemushafan Al-Qur’an misalnya, yang dimaksudkan untuk menyelesaikan
kesimpangsiuran bacaan Al-Qur’an sehingga perselisihan mengenai Al-Qur’an dapat
dihindari. Tetapi lawan-lawannya Utsman menuduh bahwa Utsman sama sekali tidak
memiliki otoritas untuk menerapkan edisi Al-Qur’an yang di bukukan itu.
Dengan kata lain, mereka mendakwa Utsman secara tidak benar telah menggunakan
kekuasaan agama yang tidak di milikinya.
Terhadap berbagai kecaman tersebut, Utsman
telah berupaya untuk membela diri dan melakukan tindakan politisi sebatas
kemampuannya. Tentang pemborosan uang misalnya, Utsman menepis keras tuduhan
keji ini. Memeng benar dia membantu saudara-saudaranya dari bani Umayyah,
tetapi itu diambil dari kekayaan pribadinya bukan dari kas Negara bahkan Utsman
tidak mengambil gajinya yang menjadi haknya. pada saat menjadi khalifah Utsman
jatuh miskin. Karena hartanya digunakan untuk membantu sanak familinya, juga
karena seluruh waktunya digunakan untuk mengurusi permasalahan kaum muslimin,
sehingga tidak ada waktu lagi untuk mengumpulkan harta seperti sebelum menjadi khalifah.
Menurut Ahmad Al-Usairy dalam bukunya yang
berjudul Sejarah Islam, salah satu faktor yang menyebabkan pemberontakan dan
pembangkangan adalah berkobarnya fitnah besar di tengah kaum muslimin yang di
kobarkan oleh Abdullah bin Saba’, seorang yahudi asal yaman yang berpura-pura
masuk islam. Orang ini telah berkeliling ke berbagai kota kemudian menetap di
Mesir. Kemudian dia menaburkan keraguan di tengah manusia tentang akidah mereka
dan mengecam Utsman dan para gubernurnya. Dia dengan gencar mengajak semua
orang untuk menurunkan Utsman dan para gubernurnya. Dengan gencarnya dia
mengajak semua orang untuk menurunkan Utsman dan menggantinya dengan Ali
sebagai usaha menaburkan fitnah dan perpecahan.
Mulailah pecah fitnah di Kufah pada tahun 34
H/ 654 M. mereka mulai menuntut kepada khalifah untuk menggati gubernur kufah.
Akhirnya Utsman menggantinya untuk memenuhu tuntutan mereka dan sebagai uapya
untuk meredam fitnahyang lebih besar. Setelah itu ada sejumlah besar manusia
yang datang dari kufah, basrah, dan mesir untuk mendebat khalifah. Ali mencegah
mereka dan menerangkan apa yang mereka lakukan adalah kesalahan besar. Dan
khalifah melakukan pembelaan yang masuk akal. Maka pulanglah mereka dengan
tangan hampa.
2. Ali bin Abi Thalib
Ali adalah orang yang pandai memainkan pedang
dan pena, bahkan ia dikenal sebagai seorang orator. Ia juga seorang yang pandai
dan bijaksana, sehingga ia menjadi penasehat pada zaman khalifah Abu bakar,
Umar, dan Utsman.
Proses Pengangkatan Khalifah Ali Bin Abi Thalib
Setelah wafatnya utsman bin Affan
karena di bunuh, stabilitas keamanan kota menjadi rawan. Gafiqy bin harb
memegang keamanan kota kira-kira selama lima hari sampai terpilihnya Khaliah
yang baru. Kemudian Ali bin Abi Thalib menggantikan Utsman, menerima baiat dari
sejumlah kaum musim.
Proses pengukuhan Ali menjadi khalifah
tidak semulus pengukuhan tiga orang khalifah sebelumnya. Ali dibai’at di
tengah-tengah suasana berkabung atas meninggalnya Utsman bin Affan,
pertentangan dan kekacauan, serta kebingungan umat Islam Madinah. Sebab, kaum
pemberontak yang membunuh Utsman mendaulat Ali agar bersedia dibai’at menjadi
khalifah. Setelah Utsman terbunuh, kaum pemberontak mendatangi para sahabat
senior satu persatu yang ada di kota Madinah, seperti Ali bin Abi Thalib,
Thalhah, Zubair, Saad bin Abi Waqqash, dan Abdullah bin Umar bin Khaththab agar
bersedia menjadi khalifah, namun mereka menolak. Akan tetapi, baik kaum
pemberontak maupun kaum Anshar dan Muhajirin lebih menginginkan Ali menjadi
khalifah. Ali didatangi beberapa kali oleh kelompok-kelompok tersebut agar
bersedia dibai’at menjadi khalifah. Namun, Ali menolak. Sebab, Ali menghendaki
agar urusan itu diselesaikan melalui musyawarah dan mendapat persetujuan dari
sahabat-sahabat senior terkemuka. Akan tetapi, setelah massa mengemukakan bahwa
umat Islam perlu segera mempunyai pemimpin agar tidak terjadi kekacauan yang
lebih besar, akhirnya Ali bersedia dibai’at menjadi khalifah.
Pemerintahan Ali bin Abi Thalib
Tugas pertama yang dilakukan oleh khlifah Ali
adalah menghidupkan cita-cita Abu Bakar dan Umar, yakni menarik kembali semua
tanah dan hibah yang telah di bagikan oleh Utsman kepada kaum kerabatnya ke
dalam kepemilikan Negara. Ali juga segera menurunkan semua gubernur yang
tidak di senangi oleh rakyat. Utsman bin Hanif diangkat menjadi penguasa Basrah
menggantikan Ibnu Amir, dan Qais bin Sa’ad dikirim ke Mesir untuk
menggantikan gubernur Mesir yang dijabat oleh Abdullah. Gubernur Suriah dan
Muawiyah juga di menta untuk meletakkan jabatannya, tetapi ia menolak perintah
Ali bahkan tidak mengakui kekhalifahannya.
Oposisi terhadap Khalifah secara
terang-terangan dilakukan oleh Aisyah, Thalhah, dan Zubair. Meskipun
masing-masing mempunyai alas an pribadi sehubungan dengan penentangan terhadap
Ali. Mereka sepakat menuntut khalifah segera mengusut dan menghukum para
pembunuh Utsman. Tuntutan yang sama juga diajukan oleh Muawiyah, bahkan ia
memanfaatkan peristiwa berdarah untuk menjatuhkan legalitas kekuasaan Ali,
dengan membangkitkan kemarahan rakyat dan menuduh Ali sebagai dalang
terbunuhnya Utsman, jika Ali tidak dapat menemukan dan menghukum pembunuh yang
sesungguhnya.
Akan tetapi tuntutan mereka tidak mungkin
dikabulkan Ali. Pertama, karena tugas pertama yang mendesak
dalam situasi kritis yang penuh intimidasi seperti saat itu ialah memulihkan
ketertiban dan mengonsolidasikan kependudukkan kekhalifahan. Kedua, menghukum
para pembunuh bukanlah perkara yang mudah, khalifah Utsman tidak dibunuh hanya
satu orang, melainkan banyak orang dari mesir, irak, dan arab secara langsung
terlibat dalam perbuatan tersebut.
1. Perang Jamal (36 H/656 M)
Perang ini di sebut Perang Jamal (perang
unta) yang terjadi pada tahun 36 H. dalam pertempuran ini pasukan Bashrah
kalah. Thalhah dan Zubair terbunuh ketika hendak melarikan diri,
sedangkan Aisyah di kembalikan ke Madinah. Dalam peperangan ini banyak kaum
muslimin yang terbunuh. Sebagian sejarawan menyebutkan ada sekitar 10.000 yang
terbunuh. Ada sejarawa yang lain menyebutkan sebanyak 20.000 kaum mislimin
gugur. Maka sejak itu Bashrah masuk secara penuh dalam pemeritahan ali.
Perang unta ini menjadi sangat penting dalam
catatan sejarah Islam, karena peristiwa itu melibatkan sesuatu yang baru dalam
Islam, yaitu untuk pertama kalinya seorang khalifah turun kemedan perang untuk
memimpin langsung angkatan peranag, dan justru bertikai melawan saudara sesame
muslim.
2. Perang Shifin (wilayah sebelah timur syam) 37
H/657 M
Perang ini terjadi antara Ali dan Muawiyah.
Delegasi yang diutus antara Ali dan Muawiyah semuanya tidak menghasilkan
apa-apa. sehingga akhirnya kedunya menempatkan pasukannya di kota tua Shiffin,
dekat sunagi eufrat, pada tahun37 H. khalifah ali mengerahkan 50.000 pasukan
untuk menghadapi Muawiyah. Sebenarnya pasukan Muawiyah sudah terdesak kalah,
dengan 7.000 pasukan terbunuh. Hampir saja Ali memenangkan peperangan ini.
Pada saat situasi tersebut pasukan syam dan
Muawiyah mengangkat mushaf-mushaf dan meminta agar bertahkim dengan kitab
Allah. Siasat ini di lakukan oleh ‘Amr bin Ash, panglima pasukan Muawiyah, untuk
menghentikan perang. Siasat ini ternyata berhasil dan peperangan segera
berhenti. Dari kedua belah pihak bertemu dan berunding, namun keduanya tidak
sampai pada kata sepakat. Maka, ditulislah lembaran keputusan. Setelah itu
kedua pasukan kembali ke negri masing-masing.
3. Tahkim Shiffin
Konflik antara Ali bin Abi Thalib dengan
Muawiyah bin Abi Sufyan di akhiri dengan tahkim. Dari pihak
khalifah diwakili oleh Abu Musa Al-Asy’ari, sedangkan dari pihak Muawiyah
Diwakili oleh ‘Amr bin Ash yang terkenal cerdik. Dalam tahkim tersebut khalifah
dan Muawiyah harus meletakkan jabatan, pemilihan baru harus dilaksanakan. Abu
Musa pertama kali menurunkan Ali sebagai khalifah, karena Ali telah diturunkan
oleh Abu Musa. Peperangan Siffin yang di akhiri melalui tahkim (arbitrase),
yakni perselisihan yang diselesaikan oleh dua orang penengah sebagai pengadil.
Namun tidak menyelesaikan masalah, kecuali menegaskan bahwa gubernur yang maker
itu mempunyai kedudukan yang sama atau setingkat dengan khalifah, dan menyebabkan
lahir golongan Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali, yang
kira-kira berjumlah 12.000 orang.
4. Perpecahan Umat (Syi’ah, Khawarij, dan
Pendukung Muawiyah)
Setelah Ali menerima tahkim dari
pihak Muawiyah, namun tahkim ini tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebakan
umat islam terpecah menjadi 3 golongan yaitu: Syi’ah (pengikut Ali), Khawarij
(orang-orang yang keluar dari barisan Ali), dan Muawiyah. Orang Khawarij
dulunya adalah pasukan yang berada pada pihak Ali. Mereka malah melakukan
pemberontakan kepada Ali setelah terjadinya arbiterasi dan mencopotannya dari
kekuasaan dengan alasan bawa ia menerima tahkim.
Sebagai oposisi kekuasaan yang ada, khawarij
mengeluarkan beberapa statemen yang menuduh orang-orang yang terlibat tahkim sebagai
orang-orang kafir. Khawarij berpendapat bahwa Utsman bin Affan telah
menyeleweng dari agama islam. Demikian pula dengan Ali bin Abi Thalib juga
telah menyeleweng dari agam islam karena melakukan tahkim. Utsman
bin Affan Ali bin Abi Thalib dalam pandangan khawarij, yaitu murtad dan telah
kafir. Politisi yang lain yang di anggap kafir oleh khawari adalah Muawiyah,
Ame bin Ash, Abu Musa Al-Asy’ari, dan semua orang yang menerima tahkim.
Khawarij tampak tidak berada dalam jalur
politik, tetapi berada dalam jalur atau wilayah teologi atau kalam yang
merupakan fondasi bagi keberagamaan umat Islam. Khawarij di anggap keluar dari
jalur politik karena menilai kafir terhadap orang-orang yang ikut dan menerimatahkim. Menurut
Harun Nasution, bukan wilayah politik tetapi wilayah kalam atau teologi.
Ali memiliki pendukung yang sangat fanatic
dansetia kepadanya. Dengan adnya oposisi terhadap pemerintahan Ali, kesetiaan
mereka malah semakin bertambah, apalagi setelah Ali bin Abi Thalib wafat.
Mereka yang fanatic terhadap Ali bin Abi Thalaib dikenal dalam sejarah sebagai
kelompok Syi’ah.
Kelompok khawarij yang bermarkas di Nahrawan
benar-benar merepoykan khalifah Ali, sehingga member kesempatan kepada pihak
Muawiyah untuk memperkuat dan memperluaskan kekuasaannya sampai mampu merebut
mesir. Akibatnya sungguh sangat fatal bagi Ali. Tentara semakin lemah,
sementara Muawiyah semakin kuat dan bertambah besar. Keberhasilan Muawiyah
mengambil provinsi mesir, berarti merampas sumber-sumber kemakmuran dan suplai
ekonomi dari pihak Ali. Kerena kekuatan Ali telah banyak menurun, terpaksalah
Ali menyetujui perjanjian damai dengan muawiyah, yang secara politis berate
khalifah mengakui keabsahan kepemilikan Muawiyah atas Syiria dan Mesir.
5. Terbunuhnya Ali
Penyelesaian kompromi Ali dengan Muawiyah
tidak disukai oleh kaum perusuh. Kaum khawarij merencanakan untuk membunuh Ali.
Muawiyah dan Amar memilih seorang khalifah yang sehaluan dengan mereka, yang
bebas dipilih dari seluruh umat Islam. Karena itu Adurrahman pengikut setia
kaum khawarij, memberikan pukulan yang hebat kepada Ali sewaktu dia akan Adzan
di masjid. Pukulan itu fatal, dan khalifah wafat pada tanggal 17 ramadhan 40 H.
Dalam kisah yang lain, bahwa kematian
khalifah Ali diakibatkan oleh pukulan pedang beracun yang di lakukan oleh
Abdurahman bin Muljam, sebagaimana dijelaskan Philip k. hatty bahwa:
Pada 24 januari 661, ketika Ali sedang dalam
perjalanan menuju masjid Kufah, ia terkena hantaman pedang beracum di dahinya.
Pedang yang mengenai otaknya tersebut diayunkan oleh pengikut khawarij, Abd
Ar-Rahman bin Muljam, yang ingin membalas dendam atas kematian keluarga seorang
wanita, temannya, yang terbunuh di Nahrawan. Tempat terkecil didekat kufah yang
menjadi makam Ali.
Pengangkatan Hasan bin Ali bin Abu Thalib dan ‘Aml
Jama’ah
Setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib,
rakyat segera membaiat Hasan bin Abi Thalib untuk menjadi khalifah sebagai
pengganti ayahnya. Tapi ada yang mengatakan bahwa hasan sebagai anak yang
paling tua mengambil alih kedudukan ayahnya. Dia berkuasa hanya dalam jangka
waktu 5-6 bulan. Pada saat pemerintahannya dia melihat banyak perselisihan di
antara sahabat-sahabatnya dan melihat pentingnya persatuan umat.
Tentara Hasan dikalahkan oleh pasukan Syiria,
dan para pendukungnya di Irak meninggalkannya sehingga tidak dapat lebih lama
lagi mempertahankan kekuasaannya. Kemudian turun tahta. Syarat-syarat yang
tercantum dalam perjanjian perdamaian menjadikan Muawiyah sebagi penguasa yang
absolute dalam wilayah kerajaan Arab. Pada bulan Rabi’uts tsani tahun 41 H (661
M) Muawiyah memasuki kota Kufah yang oleh Ali dipilih sebagai
pusatkekuasaannya. Sumpah kesetiaan di ucapkan kepadanya di hadapan dua putra
Ali, Hasan dan Husain. Rakyat berkerumun di sekelilingnya sehingga pada tahun
41 H disebut sebagai tahun‘amul jama’ah tahun jama’ah. Dalam
riwayat yang lain mengatakn bahwa Hasan melakukan kesepakatan damai dan
menyerahkan pemerintahan kepada Muawiyah pada bulan Rabingul Awwaltahun 41
H/661 M. tahun ini sering disebut sebagai ‘Amul Jama’ah (tahun
jama’ah) karena umat Islam sepakat menjadikan satu orang khalifah untuk menjadi
pemimpin mereka.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
tentang pengganti rasul dalam pemerintahan.
Ketika Rasulullah wafat, beliau tidak berpesan mengenai siapa yang jadi
penggantinya kelak, pada saat Nabi belum dimakamkan di antara umat Islam, ada
yang mengusulkan untuk cepat-cepat memikirkan pengganti Rasulullah. Itulah
perselisishan pertama yang terjadi pasca rasulullah wafat. Perselisihan
tersebut berlanjut keSaqifah (suatu tempat dimadinah yang biasa digunakan oleh
kaum Anshar untuk membahas suatu masalah). sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshor berkumpul di
balai kota Bani Sa’idah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang
akan dipilih menjadi pemimpin. Kaum Anshar mencalonkan Sa’ad Ibn Ubadah.
Sedangkan Muhajjirin mendes Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd
(kadang kadang disebut Ahl Al ‘Aqd Wa Al-Hall). Dalam teori politik abad
pertengahan, fungsi utama mereka bersifat kontraktual. Artinya mereka
menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada seorang yang paling berkualifikasi dan
begitu diterima, mereka memberikan bai’at kepadanya. Mereka juga diberi
kepercayaan memberhentikan khalifah apabila khalifah gagal memenuhi
kewajibannya. Mereka harus Muslim, berusia dewasa, adil, merdeka (bukan budak),
dan mampu melakukan ijtihad (Menafsirkan sumber-sumber hukum agama).Syarat
terakhir ini mengimplikasikan bahwa Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd haruslah faqih dan piawai
dan konsensusnya mengika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar