Selasa, 24 Januari 2017

Sejarah Peradaban Islam

SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA KHULAFAUR RASYIDAH
Dosen pengampu: Fahmi Irfani, S.Hum., M.A.Hum.











Kelompok 3
Disusun oleh:
Hanny Findayani
FAI/PAI 3B





PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR
TAHUN AJARAN 2016/2017



KATA PENGANTAR


            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidah ini dengan baik meskipun masih banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih kepada Bapak Fahmi Irfani selaku Dosen mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
            Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidah ini. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
            Semoga makalah yang sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranta laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca guna perbaikan malakah ini di waktu yang akan datang.
Bogor, 04 September 2016



Penyusun



DAFTAR ISI








BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

       Sejarah perdaban Islam adalah catatan peristiwa-peristiwa tentang pertumbuhan dan perkembangan Islam sejak lahirnya zaman Nabi Muhammad SAW sampai saat ini. Sejarah perdaban Islam adalah catatan peristiwa-peristiwa tentang pertumbuhan dan perkembangan Islam sejak lahirnya zaman Nabi Muhammad SAW sampai saat ini.Tujuannya yaitu karena perlu kita ketahui bahwa tanpa adanya sejarah kita akan buta dengan masa lampau. Dan dari sejarah ini kita dapat mengambil pelajaran dan hikmahnya, seperti Rasul yang kita kenal dengan sikapnya yang baik, sopan, santun dan suriteladan yang baik.
            Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW status sebagai Rasulullah tidak dapat diganti oleh siapapun (Khatami al-anbiya’ wa al-mursalin), Tetapi kedudukan beliau yang kedua sebagai pimpinan kaum muslimin mesti segera ada gantinya. orang itulah yang dinamakan “Khalifah” artinya yang menggantikan Nabi menjadi kepala kaum muslimin (pimpinan komunitas Islam) dalam meberika petunjuk kejalan yang benar dan melestarikan hukum-hukum Agama Islam. Dialah yang menegakkan keadilan yang selalu berdiri diatas kebenaran, maka pemerintah Islam dipegang secara bergantian oleh Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin affan, dan Ali ibn Abi Thalib.
            Khulafaurrasidin adalah para pengganti Nabi. Islam sebagai sebuah ajaran dan Islam sebagai institusi Negara, mulai tumbuh dan berkembang pada masa tersebut.

B.  Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan Thaqifah Bani Sa’idah?
2.      Bagaimana Sistem Politik dan Pemerintahannya pada masa Khulafaur Rasyidin?
3.      Bagaimana Sistem Pergantian Kepala Negara pada masa Khulafaur Rasyidin?
4.      Bagaimana keadaan Pada Masa Abu Bakar dan ‘Umar ibn Khattab?
5.      Bagaimana keadaan Pada Masa Utsman dan Ali?

C.   Tujuan

1.      Untuk mengetahui apa itu Thaqifah Bani Sa’idah
2.      Untuk mengetahui Sistem Politik dan Pemerintahannya pada masa Khulafaur Rasyidin
3.      Untuk mengetahui Sistem Pergantian Kepala Negara pada masa Khulafaur Rasyidin
4.      Untuk mengetahui keadaan Pada Masa Abu Bakar dan ‘Umar ibn Khattab
5.      Untuk mengetahui Pada Masa Utsman dan Ali


BAB II

PEMBAHASAN


A.    Thaqifah Bani Sa’idah

            Memang diakui oleh sejarawan bahwa Rasulullah yang wafat tahun 11 H tidak meninggalkan wasiat tentang orang yang akan menggantikannya oleh karena itu setelah Rasulullah SAW wafat para sahabat segera berkumpul untuk bermusyawarah disuatu tempat yaitu Thaqifah Bani Sa’idah guna memilih pengganti Rasulullah pemimpin umat Islam. Saqifah bani Sa’idah telah terjadi perselisihan pendapat antara golongan Anshor dan golongan muhajirin ,tentang pengganti rasul dalam pemerintahan. Ketika Rasulullah wafat, beliau tidak berpesan mengenai siapa yang jadi penggantinya kelak, pada saat Nabi belum dimakamkan di antara umat Islam, ada yang mengusulkan untuk cepat-cepat memikirkan pengganti Rasulullah. Itulah perselisishan pertama yang terjadi pasca rasulullah wafat. Perselisihan tersebut berlanjut keSaqifah (suatu tempat dimadinah yang biasa digunakan oleh kaum Anshar untuk membahas suatu masalah).
            Aturan-aturan yang jelas tentang pengganti Rasulullah tidak ditemukan, yang ada hanyalah sebuah mandat yang diterima Abu Bakar menjelang wafat rasulullah untuk menjadi Imam. Sesuatu yang masih merupakan tanda tanya terhadap mendat tersebut. Adakah suatu pertanda Rasulullah menunjuk Abu Bakar atau tidak. Berita perdebatan dua golongan ini kemudian terdengar oleh sahabat-sahabat terkemuka seperti Abu Bakar, Umar Ibn Khattab dan Utsman Ibn Affan yang sedang berada di rumah Rasulullah, sedang sahabat Ali sedang sibuk mengurus jenazah Rasulullah.
            Mendegar berita ini akhirnya sahabat Abu bakar dan Umar ibn Khattab sangat terkejut, kemudian keduanya cepat-cepat mendatangi dimana kedua golongan tersebut yang sedang berdebat, untuk itu mereka mendatangi Saqifah Bani Sa’idah. Dalam pertemuan tersebut, golongan Khajraz telah sepakat mencalonkan Salad bin Ubaidah, sebagai pengganti Rasulullah. Akan tetapi, suku Aus belum menjawab atas pandangan tersebut. Ketika perdebatan di antara mereka, Abu bakar berpidato dihadapan mereka dengan mengemukakan kelebihan-kelebihan Anshar dan Golongan Muhajirin, Abu Bakar Mengusulkan agar hadirin memilih salah satu dari sahabat yaitu Umar Ibn Khattab dan Abu Ubaidah, namun keduanya menolak, dan keduanya berkata, “Demi Allah kami tidak akan menerima pekerjaan besar ini selama engkau masih ada , hai Abu Bakar...! Engkaulah Orang Muhajirin yang paling mulia, Engkaulah satu-satunya orang yang menyertai Rasulullah di Gua ketika dikejar-kejar oleh orang-orang Quraisy engkaulah satu-satu nya orang yang pernah Rasulullah untuk menjadi Imam Shalat waktu Rasulullah Sakit…Untuk itu tengadahkanlah tanganmu wahai Abu Bakar, kami hendak membaiatmu.
            Pada awalnya Abu bakar sendiri merasa keberatan, kemudian Umar ibn Khattab memegang tangan Abu bakar sebagai tanda pembaiatan dan diikuti oleh sahabat Abu Ubaidillah, setelah kedua sahabat selesai maka diikuti oleh seluruh sahabat yang ada di Saqifah bani Sa’idah itu baik kaum Muhajirin maupun Anshor. Kemudian Abu Bakar berpidato. Pidato yang diucapkan setelah pengangkatannya menegaskan totalitas kepribadian dan komitmen Abu Bakar terhadap nilai-nilai Islam dan strategi menilai keberhasilan tertinggi bagi umat sepeninggal Nabi. Terlihat jelas bahwa Abu Bakar dipilih secara aklimasi, dengan terpilihnya Abu bakar serta pembai’atannya, resmilah berdiri kekhilafahan pertama di dunia Islam.

B.     Sistem Politik dan Pemerintahannya


1.        Abu Bakar Ash-Shidiq
Proses Pemilihan
Setelah Nabi wafat, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshor berkumpul di balai kota Bani Sa’idah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Kaum Anshar mencalonkan Sa’ad Ibn Ubadah. Sedangkan Muhajjirin mendesak Abu Bakar sebagai calon mereka karena ia dipandang paling layak untuk menggantikan Nabi. Di pihak lain terdapat kelompok orang yang menghendaki Ali Bin Abu Thalib. Masing-masing golongan berhak menjadi penerus Nabi. Namun berkat tindakan tegas dari Umar, Abu Bakar, dan Abu Ubaidah Ibnu Jarrah memaksa Abu Bakar sendiri sebagai pengganti Nabi Muhammad, masing-masing pihak dapat menerima dan membaiatnya. 

Masa Pemerintahan Abu bakar Ash-Shidiq (11-13 H / 632-634 M)
a.         Sistem Pemerintahan
Kekuasaan yang dijalankan pada masa khalifah Abu Bakar bersifat sentral; yakni kekuasaan Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif  terpusat di tangan Khalifah. Selain menjalankan pemerintahan, kalifah juga menjalankan hukum.  Meskipun demikian, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah. Adapun urusan pemerintahan diluar kota madinah, khalifah Abu Bakar membagi wilayah kekuasaan hukum Negara Madinah menjadi beberapa propinsi, dan setiap propinsi Ia menugaskan seorang amir atau wali (semacam jabatan gubernur).

b.        Usaha-usaha yang di lakukan Abu Bakar Ash-Shidiq
1.      Merealisasikan keinginan Nabi yang hampir tidak terlaksana yaitu mengirimkan ekspedisi ke perbatasan Syiria di bawah pimpinan Usamah untuk membalas pembunuhan ayahnya, Zaid, dan kerugian umat islam dalam perang Mut’ah.
2.      Abu Bakar menghentikan pergolakan yang ada dalam negeri, beliau juga menghadapi bahaya dari luar yang pada gilirannya dapat menghancurkan eksistensi islam.
3.      Perang Riddah (perang melawan kemurtadan).
4.      Memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat dari suku-suku Yaman, Yamanah, dan Oman.
5.      Menghancurkan Nabi-Nabi Palsu.        

c.         Perluasan Wilayah
Setelah perang riddah melawan kaum murtad berakhir, di wilayah Timur Abu Bakar mengangkat Khalid Ibn Al- Walid dan Mutsana Ibn Haritsah sebagai panglima perang yang ada 12 H/633 M dan berhasil menguasai Iran dan beberapa kota Irak seperti Anbar, Daumatul Jandal, dan Faradh. Pasukan ini berasil memenangkan pertemuan di Yarmuk. Abu Bakar juga memberangkatkan pasukan-pasukan ke beberapa daerah. Diantaranya adalah ke Damaskus dipimpin Yazid Ibn Abi Sufyan, Palestina dipimpin ‘Amr Ibn Al Ash dan Hims dipimpin Abu Ubaydah Ibn Al Jarrah.

d.        Akhir Pemerintahan
Masa pemerintahan Abu Bakar berakhir setelah Abu Bakar meninggal dunia pada hari senin, 23 Agustus 624 M. Setelah kurang lebih 15 hari berbaring di tempat tidur. Dia berusia 63 tahun dan kekhalifahan berlangsung selama 2 tahun 3 bulan 11 hari.

2.        Umar Ibn Al-Khathab
Proses Pemilihan
Sewaktu masih terbaring sakit, Khalifah Abu Bakar secara diam-diam melakukan tinjauan pendapat terhadap tokoh-tokoh terkemuka dari kalangan sahabat mengenai pribadi yang layak untuk menggantikannya. Pilihan beliau jatuh pada Umar Ibn Al-Khatab, akan tetapi ia ingin mendengarkan pendapat-pendapat tokoh yang lain. Untuk menjejaki pendapat umum, Abu Bakar melakukan serangkaian konsultasi terlebih dahulu dengan beberapa orang sahabat, seperti Abdur Rahman Ibn Auf dan Utsman Bin Affan.

Memang pada awalnya terdapat berbagai keberatan mengenai rencana pengangkatan Umar, kemudian Thalhah segera menemui Abu Bakar untuk menyampaikannya, namun pada akirnya Umar adalah orang yang paling tepat dalam menduduki kursi kekhalifahan.

Masa Pemerintahan Umar Ibn Al-Khathab (13-23 H / 634-644 M)
a.         Sistem Pemerintahan
Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah provinsi: Makkah, Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga Yudikatif dengan lembaga Eksekutif. Khalifah Umar menerapkan prinsip demokratis dalam kekuasaan. Yaitu dengan menjamin hak-hak bagi setiap warga negara.
Adapun kekuasaan eksekutif dipegang oleh Umar bin Khhattab dalam kedudukannya sebagai kepala Negara. Untuk menunjang kelancaran administrasi dan operasional tugas-tugas eksekutif, Umar melengkapinya dengan beberapa jawatan,diantaranya:
1.      Diwana al-kharaj (jawatan pajak)
2.      Diwana alahdats (jawatan kepolisian)
3.      Nazarat al-nafi’at (jawatan pekerjaan umum)
4.      Diwana al-jund (jawatan militer)
5.      Baitul al-mal (baitul mal)

b.        Perluasan Wilayah
Ekspansi Umar yang berhasil antara lain dilancarkan ke ibu kota Syiria. Damaskus, Ardan, dan Hims yang berhasil dikuasai pada 14 H/635 M dibawah pimpinan Abu Ubaydah Ibn Al-Jarrah. Setahun kemudian setelah tentara Byzantium dikalahkan dalam perang Yarmuk, seluruh daerah syiria dapat dikuasai. Melalui Syiria ini penguasaan Mesir dilakukan dengan pimpinan Amr Bin Al Ash. Sedangkan ke Irak dipimpin oleh Syurahbil Ibn Hasanah dan Sa’ad Ibn Al Waqqash. Selanjutnya Al Qadisiyah sebuah kota dekat Hirah di Irak dikuasai. Pada tahun 673 M berhasil menjatuhkan Al Madain. Dan pada tahun 641 M Mosul dapat ditaklukkan pula. Dengan demikian, pada masa pemerintahan Umar wilayah kekuasaan islam meliputi seluruh semenanjung Arabia, sebagian besar wilayah Persia, dan sebagian wilayah romawi.

c.         Akhir Pemerintahan
Khalifah Umar memerintah selama 10 Tahun lebih 6 Bulan. Masa jabatannya berakhir dengan kematian yang tragis yaitu seorang budak Persia yang bernama Abu Lu’luah secara tiba-tiba menyerang dari belakang. Ketika Umar hendak sholat jama’ah subuh di masjid Nabawi.

3.        Utsman Bin Affan
Proses Pemilihan
Utsman terpilih menjadi Khalifah diantara enam orang yang dinilai sangat pantas menduduki kursi kekhalifahan dan ditunjuk oleh Umar pada saat menjelang ajalnya. Keenam Orang itu adalah Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Mereka itulah yang bermusyawarah untuk menentukan siapa yang menjadi khalifah. Umar menempuh cara petepan yang berbeda dengan cara Abu Bakar. Agar perolehan suaranya tidak sama, maka Umar mengizinkan anaknya ’Abd Allah ikut bermusyawarah dengan syarat tidak boleh dipilih sebagai khalifah. Dalam pemilihan itu Usman mendapat 4 suara , sedangkan Ali mendapat 3 suara.

Masa Pemerintahan (23-35 H / 644-656 M)
a.         Pemerintahan
Untuk pelaksanaan administrasi pemerintahan di daerah, khalifah usman mempercayakannya kepada seorang gubernur untuk setiap wilayah atau propinsi pada masanya kekuasaan wilayah madinah dibagi menjadi 10 propinsi. Sedangkan kekuasaan legislative dipegang oleh Dewan Penasehat Syura, tempat khalifah mengadakan musyawarah dengan para sahabat terkemuka. Prestasi tertinggi masa pemerintahan Usman sebagai hasil majlis syura adalah menyusun al-quran standar, yaitu penyeragaman bacaan dan tulisan Al-Quran.Untuk mengisi baitul mal diperoleh dari alfarz, usyri, usyur, zakat dan jizya. Umar juga melengkapinya dengan beberapa jawatan. Utsman paling berjasa dalam membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah.

b.        Perluasan Wilayah
Di wilayah barat Utsman mengizinkan pasukan islam melakukan penaklukan ke Benua Afrika. Hal inilah yang membedakan Utsman dengan pendahulunya yang tidak boleh melakukan penyerbuan melalui laut. Sementara itu di wilayah timur pasukan islam berhasil menaklukkan daerah Farghanah, Kabul, Juran, Balkah, dan Herat.

c.         Akhir Pemerintahan
Situasi politik pada masa akhir pemerintahan Utsman semakin mencekam dan timbul pemberontakan-pemberontakan yang mengakibatkan terbunuhnya Utsman. Utsman Akhirnya wafat sebagai Syahid pada hari Jum’at tanggal 17 Dzulhijjah 655 M. Ketika para pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan dan membunuh Utsman saat sedang membaca Al Quran.

4.        Ali Bin Abi Thalib
Proses Pemilihan
Peristiwa pembunuhan Utsman mengakibatkan kegentingan di seluruh dunia islam yang waktu itu sudah membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu itu menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain Ali Bin Abi thalib menjadi khalifah. Waktu itu Ali berusaha menolak, tetapi Zubair Bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah memaksa beliau sehingga akhirnya Ali menerima baiat mereka. Menjadikan Ali satu-satunya khalifah yang di baiat secara massal. Karena khalifah sebelumnya dipilih melalui cara yang berbeda-beda.

Masa Pemerintahan (35-40 H / 656-661 M)
a.         Pemerintahan
Ali berhasil memecat sebagian besar gubernur yang korupsi dan mengembalikan kebijaksanaan Umar pada setiap kesempatan yang memungkinkan. Ia membenahi dan menyusun arsip Negara untuk mengamankan dan menyelamatkan dokumen-dokumen khalifah dan kantor sahib-ushsurtah, serta mengkoordinir polisi dan menetapkan tugas-tugas mereka. Ali juga mengambil kembali tanah-tanah yang dibagikan Utsman kepada famili-famili dan kaum kerabatnya tanpa jalan yang sah.

b.        Akhir Pemerintahan
Dalam pemerintahannya ali banyak mengalami pertentangan karena ada anggapan Ali tidak mampu mengungkap pembunuhan Utsman. Kelompok Khawarij bahkan menyimpulkan bahwa penyebab terpecahnya kamu Muslimin adalah tiga orang, yaitu Ali, Muawiyah, dan Amr Bin Ash. Maka ketiganya harus di bunuh. Ketika rencana tersebut akan dilaksanakan ternyata hanya Ali yang berhasil terbunuh. Ali wafat pada tanggal 17 Ramadhan 40 H / 660 M. Ali tewas ketika hendak berangkat shalat subuh.



C.     Sistem Pergantian Kepala Negara


1. Abu Bakar As-Siddiq (11-13 H/632-634 M)
            Namanya ialah Abdullah bin Abi Quhafah At-Tamimi. Di zaman pra Islam bernama Abdul Ka’bah kemudian diganti oleh Nabi menjadi Abdullah. Ia termasuk salah seorang sahabat yang Utama julukannya ialah Abu Bakar (bapak pemagi) karena dari pagi-pagi betul (orang-orang yang paling awal) memeluk Islam. Gelarnya As-siddiq diperoleh karena ia dengan segera membenarkan Nabi dalam berbagai peristiwa, terutama Isra dan Mi’raj. Nabi sering kali menunjukkannya untuk mendampinginya disaat-saat penting atau jika berhalangan, Rasul mempercayainya sebagai pengganti untuk menangani tugas-tugas keaagamaan dan atau mengerusi persoalan-persoalan aktual di Madinah. Pilihan umat terhadap tokoh ini sangantlah tepat.
2. Umar bin Khattab (13-23 H/634-644 M)
            Ia bernama Umar Ibn Khattab Ibn Nufail keturunan Abdul Uzza Al-Quraisy. Ia dilahirkan di Mekkah empat tahun sebelum kelahiran Nabi SAW. Umar masuk Islam pada tahun ke lima setelah kenabian, dan menjadi salah satu sahabat terdekat Nabi SAW. Sebelum meninggal dunia Abu Bakar telah menunjuk Umar Ibn Khattab menjadi penerusnya. Dua tahun bagi Khalifah Abu Bakar belum cukup menjamin stabilitas keamanan terkendali maka petunjuk ini dimaksud untuk mencegah kemungkinan terjadi perselisihan dikalangan umat Islam.
            Pada awalnya terdapat berbagai keberatan mengenai rencana pengangkatan Umar ini, sahabat Talhah misalnya segera menemui Abu Bakar untuk menyampaikan rasa kecewanya. Namun oleh karena Umar adalah orang yang paling tepat untuk menduduki kursi kekhalifahan, maka pengangkat Umar mendapat persetujuan dan baiat dari semua anggota masyarakat Islam. Umar Ibn Khattab menyebut dirinya “Khalifah Khalifati Rasulillah”(pengganti dari pengganti Rasulullah). Ia juga mendapat gelar “Amir Al-Mukminin” (komandan orang-orang beriman) sehubungan dengan penaklukan-penaklukan pada masa pemeritahnnya.
3. Utsman bin Affan (24-36 H/644-656 M)
            Nama lengkapnya ialah Utsman Ibn Affan Ibn Abdil-As Ibn Umaiyah dari puak Quraisy. Ia memeluk Islam lantaran ajakan Abu Bakar dan menjadi salah seorang sahabat dekat Nabi SAW. Ia sangat kaya tetapi berlaku sederhana, dan sebagian besar kekayaannya digunakan untuk kajayaan Islam. Ia mendapat julukan Zun Nurain karena mengawini dua putri Nabi SAW secara beraturan setelah yang satu meninggal. Ia juga merasakan penderitaan yang disebabkan oleh tekanan kaum Quraisy terhadap muslimin di Mekah, dan ikut Hijrah ke Abesinia beserta istrinya.
4. Ali bin Abi Thalib (36-41 H/656-661 M)
Ali adalah putra Abi Thalib Ibn Abdul Muthalib. Ia adalah sepupu Nabi SAW yang telah ikut bersamanya sejak bahaya kelaparan mengancam kota Mekkah, demi untuk membantu keluarga pamannya yang mempunyai banyak putra. Abbas, paman Nabi yang lain membantu Abu Thalib dengan memelihara Jafar, anak Abu Thalib yang lain. Ia telah masuk Islam dalam waktu yang masih berada pada umur sangat muda. Ketika Nabi menerima wahyu yang pertama, menurut Hassan, Ali berumur 13 tahun atau 9 tahun menurut Mahmudun Nasir. Ia menemani Nabi dalam perjuangan menegakkan Islam, baik di Mekkah maupun di Madinah, dan ia diambil menantu oleh Nabi SAW dengan mengawininya dengan Fatimah salah seorang putri Rasulullah dan dari sisi inilah keturunan Nabi dari Rasulullah berkelanjutan.

D.    Masa Abu Bakar Dan Umar Bin Khatab: Politik, Militer, Ghanimah dan Ahlul Hilli wal ‘Aqd


1.        Abu Bakar As Shiddiq  ( 11-13 H/632-634 M )
Abu Bakar adalah lelaki yang pertama kali memeluk Islam, walaupun Khadijah lebih dahulu masuk Islam daripadanya. Adapun dari golongan anak-anak, Ali yang pertama memeluk Islam, sementara Zaid bin Haritsah adalah yang pertama kali memeluk Islam dari golongan budak.
Ternyata keislaman Abu Bakar paling banyak membawa manfaat besar terhadap Islam dan kaum muslimin dibandingkan dengan keislaman selainnya, karena kedudukannya yang tinggi dan semangat kesungguhannya dalam berdakwah. Dengan keislamannya maka masuk mengikutinya tokoh-tokoh besar yang masyhur seperti Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, dan Talhah bin Ubaidillah.
Di awal keislamannya beliau menginfakkan di jalan Allah apa yang dimilikinya sebanyak 40.000 dirham, beliau banyak memerdekakan budak-budak yang disiksa karena keislamannya di jalan Allah, seperti Bilal. Beliau selalu mengiringi Rasulullah selama di Makkah, bahkan dialah yang mengiringi beliau ketika bersembunyi dalam gua dan dalam perjalanan hijrah hingga sampai di kota Madinah. Disamping itu beliau mengikuti seluruh peperangan yang diikuti Rasulullah baik perang Badar, Uhud, Khandaq, Penaklukan kota Makkah, Hunain maupun peperangan di Tabuk. Pilihan umat terhadap tokoh ini sangatlah tepat.

Pemerintahan
Kewafatan Rasulullah menjadikan kekacauan dikalangan ummat Islam. Pada awal pemerintahan Abu Bakar terjadilah hal-hal yang harus dihadapi secara serius. Secara ringkas hal-hal yang timbul itu dapat disebutkan; adanya kabilah-kabilah yang tidak mau tunduk kepada pemerintahan Abu Bakar yang berkedudukan di Madinah; Ada golongan yang ingkar membayar pajak; Ada beberapa orang yang mendakwahkan bahwa dirinya seorang Nabi.
Abu bakar menyadari bahwa kekuatan kepemimpinannya bertumpu pada komunitas yang bersatu, yang pertama kali mendapat perhatiannya adalah merealisasikan keinginan Nabi yang hampir tidak terlaksana, yaitu mengirimkan ekspedisi ke perbatasan Suriah di bawah pimpinan Usamah. Sebagian sahabat menentang keras rencana ini disebabkan usia Usamah yang masih belia. Nyatanya ekspedisi ini sukses dan membawa pengaruh positif bagi umat Islam, khususnya di dalam membangkitkan kepercayaan diri mereka yang nyaris pudar.
            Dalam masa waktu dua tahun tiga bulan sepuluh hari, selama memangku jabatan khalifah dapatlah dicatat tugas-tugas yang telah terselesaikan dengan baik, diantaranya yaitu:
·         Melaksanakan pemakaman jenazah Rasulullah Saw pada tanggal 15 Rabi’ul Awwal tahun ke 11 Hijriyyah, bertepatan dengan tahun 632 Masehi.
·         Menegakkan hukum zakat dan memberantas orang-orang yang mengingkari zakat.
·         Memadamkan pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang yang murtad dan para nabi palsu.
·         Memberangkatkan pasukan dibawah panglima Usamah bin Zaid ke Suriah (Damaskus) yang telah diperintahkan Rasulullah menjelang wafatnya.
·         Di bawah panglima perang Khalid bin Walid telah berhasil menaklukkan beberapa daerah kekuasaan Persia dan Romawi Timur, sehingga kejayaan Islam semakin nyata di mata dunia. Seperti Syiria, Irak, Iran dan sebagian Mesirpun telah menjadi daerah kekuasaan Islam.
·         Hukum Islam dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh rasulullah Saw.
·         Memperluas daerah penyebaran agama Islam keberbagai daerah.
·         Ibn Katsir berkata,” Pada tahun 12 H Abu Bakar ash-Shiddiq memerintahkan Zaid bin Tsabit agar mengumpulkan al-Quran dari berbagai tempat penulisan, baik yang ditulis di kulit-kulit, dedaunan, maupun yang dihafal dalam dada kau muslimin. Peristiwa itu terjadi setelah para Qari’ penghafal al-Quran banyak yang terbunuh dalam peperangan Yamamah, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab shahih Bukhari.
·         Menunjuk atau mewasiatkan khalifah yang akan menggantikan dirinya setelah meninggal nanti, demi kesejahteraan dan ketentraman dikalangan umat Islam.

Tugas-tugas di atas telah diselesaikan dengan baik oleh Abu Bakar, sehingga tercatat dalam lembaran sejarah, bahwa ia termasuk putra Islam yang berhasil dengan gemilang dalam meluhurkan agama Allah dan dalam mengemudikan kenegaraan. Itulah Abu Bakar ash-Shiddiq dalam mengarungi hidup dan kehidupan di dunia ini, dihiasi dengan perjuangan yang tak mengenal lelah dan menyerah.

2.        Umar Ibn Khattab ( 13-23 H/634-644 M )
Beliau adalah Umar bin al-Khaththab bin Nufail bin Adi bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin Adi bin Ka’ab bin Lu’ai, Abu Hafs al-‘Adawi. Julukan beliau adalah al-Faruq. Ada yang menyebutkan bahwa gelar itu berasal dari Ahli Kitab.

Memeluk Islam
Umar memeluk Islam pada tahun keenam selepas kerasulan Nabi, sewaktu berumur 33 tahun, karena tertarik dengan ayat-ayat Al-Quran yang dibaca oleh adiknya Fatimah. Beliau kemudiannya memberi sumbangan yang besar terhadap perkembangan Islam. Setelah Umar memeluk Islam maka kaum muslimin diliputi ketenangan dalam menjalankan kegiatan mereka tanpa kekhawatiran akan bayang-bayang ancaman orang-orang kafir.

Umar - Si Al-Faruq
Beliau digelari “al-Faruq” yang bermaksud “orang yang membedakan antara hak dengan yang bathil”. Gelar ini diberikan oleh Rasulullah semasa beliau membawa sekumpulan umat Islam untuk bersembahyang di hadapan Ka’bah secara terbuka untuk pertama kalinya dalam sejarah Islam. Beliau sendiri yang menjaga mereka daripada gangguan orang-orang Quraish. Nabi Muhammad SAW juga mengelarinya sebagai “Abu Hafs” kerana kegagahannya. Ketika berhijrah ke Madinah, banyak orang Islam yang keluar dari Kota Mekah secara bersembunyi, tetapi Umar keluar secara terang-terangan. Pedang di tangannya selalu terhunus kepada siapa saja yang mencoba menghalanginya.
Ketika Khalifah Abu Bakar sedang sakit dan merasa ajalnya akan tiba, beliau memanggil sahabat dan meninjau fikiran mereka untuk mencari tokoh Islam untuk dilantik menggantikannya. Khalifah. Abu Bakar memasukkan nama Umar untuk dicalonkan memegang jawatan itu. Pilihan tersebut mendapat persetujuan dari kalangan sahabat dan kaum muslimin. Umar dilantik memegang jawatan sebagai khalifah kedua menggantikan Abu Bakar pada hari Selasa, 22 Jumadilakhir tahun 13 Hijrah.

Sifat-Sifat Pribadi
Seorang yang bersifat berani dan tidak gentar dalam menegakkan kebenaran agama Islam juga seorang yang tegas dan adil. Ditakuti oleh orang banyak karena keberaniannya dan taat pada ajaran Allah SWT. Seorang yang berpandangan jauh, berfikiran terbuka dan sedia untuk menerima pendapat orang lain. Seorang pemerintah yang bertanggungjawab, adil dan amanah. Pernah menyamar sebagai rakyat biasa walaupun ketika itu beliau memegang jabatan khalifah untuk melihat sendiri keadaan rakyatnya, malah beliau sendiri yang mengangkat gandum dan minyak untuk diberikan kepada salah seorang daripada golongan yang memerlukan.

Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd
Mereka adalah orang – orang yang memiliki kualifikasi untuk bertindak atas nama orang muslim dalam memilih seorang khilafah, dikenal sebagai Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd (kadang kadang disebut Ahl Al ‘Aqd Wa Al-Hall). Dalam teori politik abad pertengahan, fungsi utama mereka bersifat kontraktual. Artinya mereka menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada seorang yang paling berkualifikasi dan begitu diterima, mereka memberikan bai’at kepadanya. Mereka juga diberi kepercayaan memberhentikan khalifah apabila khalifah gagal memenuhi kewajibannya. Mereka harus Muslim, berusia dewasa, adil, merdeka (bukan budak), dan mampu melakukan ijtihad (Menafsirkan sumber-sumber hukum agama).Syarat terakhir ini mengimplikasikan bahwa Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd haruslah faqih dan piawai dan konsensusnya mengikat.
Istilah Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd pada masa sekarang di negara kita populer dengan sebutan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), sedangkan di kalangan Kaum intelektual / mahasiswa disebut dengan DPM (Dewan Presidium Mahasiswa), selain itu juga disebut dengan dewan legislatif dan syuro.




Penetapan kepemimpinan bisa melalui dua cara :

1.      Dipilih oleh Ahl Hall Wal Aqd. Cara ini dipakai pada saat pemilihan sahabat Abu Bakar dan  sahabat Ali bin Abi Tholib.
2.      Metode al’ahdu atau istihlaf.  Dipilih atau ditunjuk langsung oleh pemimpin yang sebelumnya (demisioner).

Dimasa Khalifah Abu Bakar Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd terdiri dari Umar Ibn Khattab, Utsman bin Affan, Ali Ibn Abi Thalib, Abdurrahman Ibn Auf, Mu’adz Ibn Jabal, Ubai Ibn Kaab dan Zaid Ibnu Tsabit.

Di akhir pemerintahan Khilafah Umar bin Khottob, dalam rangka mengatasi masalah penggantinya setelah dia meninggal dunia, para pendampingnya menyarankan agar Umar menunjuk pengganti sebagaimana dilakukan oleh Abu Bakar as Shiddiq, Namun Umar enggan untuk Menentukan penggantinya. Sebagai jalan keluar Umar bin Khattab menunjuk enam orang sahabat sebagai pengambil kebijaksanaan yang akan menunjuk penggantinya. Keenam orang tersebut adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Talhah bin Ubaidah, Zubair Bin Awwam, Said bin Abi Waqqas, dan Abdurrahman bin ‘Auf.


Kesejahteraan Rakyat (Pembagian Jizyah Dan Ghonimah)

1.        Abu Bakar As-Shiddiq
Untuk meningkatkan kesejahteraan umum Abu Bakar membentuk lembaga Bait Al-Maal, semacam kas negara atau lembaga keuangan. Pengelolaannya diserahkan kepada Abu Ubaidah, sahabat nabi yang  digelari amin al-ummah (kepercayaan ummat). Selain itu didirikan pula lembaga peradilan yang ketuanya dipercayakan kepada Umar Ibn Khattab. Kebijaksanaan lain yang ditempuh abu Bakar adalah membagi sama rata hasil rampasan perang (ghanimah). Dalam hal ini, ia berbeda pendapat dengan Umar Ibn Khattab yang menginginkan pembagian dilakukan berdasarkan jasa tiap-tiap sahabat. Alasan yang dikemukakan Abu Bakar adalah semua perjuangan yang dilakukan atas nama islam akan mendapat balasan dari Allah SWT di akhirat. Karena itu, biarlah di dunia mereka mendapat bagian yang sama.

2.        Umar Ibn Khattab
Untuk Kesejahteraan rakyat, Umar tidak pernah mengesampingkan, ia sangat memperhatikan bagaimana taraf kehidupan rakyat yang dipimpinnya. Ia memberikan tunjangan kepada rakyat sesuai klasifikasi berdasarkan nasab kepada Nabi Muhammad Saw. (termasuk di dalamnya istri beliau), senioritas dalam memeluk agama Islam, jasa dalam perkembangan dakwah islam dan perjuangan mereka dalam menegakkan agama islam jumlah tunjangan masing-masing berbeda berdasarkan urutan klasifikasi di atas. Hal ini disebabkan kepiawaian umar dalam mengatur harta kekayaan negara yang berasal dari jizyah dan Ghonimah sebaik mungkin, disamping para pembantu dibelakangnya yang selalu setia dan memegang teguh amanat yang telah dibebankan dipundaknya untuk dilaksanakan sebaik mungkin.
Dalam jangka waktu relatif singkat (10 tahun), Umar telah melakukan reformasi dalam pemerintahannya. Dia termasuk pemimpin yang berhasil, terutama pada kesejahteraan rakyat dan peraturan Islam yang makin kokoh. Dalam perintahannya, ada majelis syura’. Bagi Umar tanpa musyawarah, maka pemerintahan tidak akan bisa jalan. Di sisi lain ia tidak hanya menanamkan nasionalisme Arab, bahwa di negeri Arab tidak akan ada kepercayaan (kesetiaan) selain Islam.
Umar kemudian membentuk departemen dan membagi daerah kekuasaan Islam menjadi delapan provinsi. Setiap provinsi dikepalai oleh wali dan didirikan kantor Gubernur. Umar juga membentuk  kepala distrik yang disebut ‘amil. Tapi yang perlu dipahami bahwa setiap pejabat pemerintahan, sebelum diambil sumpah, terlebih dahulu diaudit harta kekayaannya oleh tim yang telah dibentuk oleh Umar.
Berangkat dari prinsip bahwa politik berpusat pada kaidah-kaidah dan ajaran Islam, Umar membuat suatu sistem untuk negeri-negeri Arab dan untuk seluruh kedaulatan negeri Islam itu, yang pada zamannya sangat dipatuhi dan berjalan sekian lama sesudahnya. Dengan sistem itulah membuat kedaulatan Islam tetap terpelihara dan bertahan.Umar berijtihad  dalam membuat sistem itu, suatu ijtihad yang mengukir kecemerlangan dalam sejarah, yang keagungannya dalam menciptakan sebuah kedaulatan sangat berarti.
Model perpolitikan yang diterapkan Umar terhadap kedaulatan yang baru itu menjadi penggerak kemajuan dakwah Islam yang bertahan lama sepeninggalanya. Dalam periode Umar ini dikenal pembangunan Islam dengan perubahan-perubahan. Bahkan peta Islam melebar ke seluruh wilayah Persia dan menyentuh sebagian India dan sentral Asia serta wilayah kekuasaan Bizantium, Syam, dan Mesir, yang saat itu sempat menjadi ancaman bagi negara Islam.

Sistem Militer, Pertahanan Dan Keamanan
1.        Abu Bakar As-Shiddiq
Dalam menyusun sistem militer dan pertahanan keamanan pada masa ini terpengaruh dengan penuntasan masalah pemberontakan, kemurtadan, dan pembangkangan. Untuk memerangi para pembangkang dan kaum murtaddien ini, Abu Bakar membagi pasukan menjadi sebelas brigade:
1.      Khalid Ibn Walid memimpin pasukan untuk memerangi nabi palsu Thulailah Ibn Khuwailid dari bani Asad dan Malik Ibn Nuwairah (Pemimpin  Pemberontak) dari Bani Tamim di Buthah.
2.      Ikrimah Ibn Abi Jahl Memimpin pemadaman pemberontakan Nabi Palsu Musailamah Al-Kadzab dari Bani Hanifah di iyayamah.
3.      Surahbil Ibn Khasanah memimpin tentara ke Qudha’ah dan membantu pasukan Ikrimah.
4.      Al-Muhajir Ibn Abi Umayyah memimpin tentara memerangi Al-Aswad Al-Ansi yang mengaku s ebagai Nabi Palsu di Yaman dan sebagai bantuan bagi para anak-anak raja Yaman untuk menundukkan Qais bin Maksyuh karena telah melepaskan diri dari ketaatan terhadap pemerintahan kaum muslimin.
5.      Khalid bin Sa’id bin al-Ash, diperintahkan berangkat menuju perbatasan kota Syam.
6.      Amru bin ak-Ash, ditugaskan untuk berjalan menuju Jumaa’ tempat Qudha’ah, Wadiah dan al-Harits.
7.      Hudzaifah Ibn Mihsan memadamkan pemberontakan suku Daba di Oman yang di pimpin Zul-Taj Laqith Ibn Malik Al-Adzdi.
8.      Arfajah Ibn Khuzimah memimpin tentara ke Mahrah.
9.      Thuraifah bin Hajiz diperintahkan menuju Bani Sulaim dan suku Hawazin
10.  Suwaid Ibn Muqran memerangi sukuTtihamah Yaman.
11.  Ala Ibn Al-Khadrami memimpin pasukan menyerbu Khutam Ibn Dabi’ah yang murtad di Bahrain.

Seluruh Brigade di atas bertugas memadamkan pemberontakan bagian selatan arabia, karena mereka adalah penentang keras serta gigih dalam memberontak dan cukup kuat bertahan dari gempuran tentara Islam. Untuk daerah Utara, Abu Bakar cukup membentuk tiga brigade yang dipimpin Amir Ibn ‘Ash untuk daerah Qida’ah, Mi’an Ibn Hajiz untuk Bani Sulai di Hawazim dan Khalid Ibn Said untuk membebaskan Syam.

2.        Umar Ibn Khattab
Menaklukkan bangsa Romawi dengan suatu kemenangan yang gemilang. Dengan kemenangan ini, wilayah kekuasaan Islam semakin bertambah luas, negeri yang menjadi kekuasaannya menjadi aman, tentram, makmur dan sejahtera. Daerah-daerah yang bisa ditaklukkan antara lain: Palestina, Homas, Damsyiq, Beirut, Isthahiyah dan lain-lain. Disamping itu mesir, Irak dan Persia juga tunduk dalam kekuasaan Islam, yang berarti saat itu Islam mencapai kejayaan yang luar biasa.
Untuk kepentingan pertahanan, keamanan dan ketertiban dalam masyarakat didirikanlah lembaga kepolisian, korps militer dengan tentara terdaftar. Mereka digaji yang besarnya berbeda-beda sesuai dengan tugasnya. Dia juga mendirikan pos-pos militer di tempat-tempat setrategis.

E.     Utsman dan ali: penetapan mushaf, utsmani; akar konflik politik dan

teologi.


1.    Usman bin Affan
Nama lengkapnya adalah Utsman bin Affan bin Abi Al-Ash bin Umayyah bin Abd Al-Manaf dari suku Quraisy. Utsman masuk islam pada usia 30 tahun atas ajakan Abu Bakar. Setelah masuk islam utsman mendapat siksaan dari pamannya yang bernama Hakam bin Abil Ash. Ustman di juluki dzun nurain, karena menikahi dua putrid Rasulullah SAW. Secara berurutan setelah yang satunya meninggal yaitu Ruqayyah dan Ummu Kulsum.

Proses Pengankatan khalifah Utsman bin Affan
Seperti halnya Umar, Utsman diangkat menjadi khalifah melalui proses pemilihan. Bedanya Umar dipilih langsung sedangkan Utsman diangkat atas penunjukan tidak langsung, yaitu melalui dewan syura atau formatur yang di bentuk oleh Umar menjelang wafat. Khalifah Umar membentuk sebuah komisi yang terdiri dari 6 orang calon, dengan perintah memilih salah seorang dari mereka untuk diangkat menjadi khalifah baru. Mereka adalah Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abd Ar-Rahman bin Auf, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah. Di samping itu, Abdullah bin Umar dijadikan anggota tetapi ia hanya memiliki hak pilih dan tidak berhak untuk dipilh.
Mekanisme pemilihan khalifah ditentukan sebagai berikut: pertama, yang menjadi khalifah adalah yang dipilih oleh anggota formatur dengan suara terbanyak. Kedua, apabila suara imbang yakni 3:3, Abdullah bin Umar yang berhak menentukannay. Ketiga, apabila campur tangan Abdullah tidak diterima, calon yang dipilih Abd Ar-Rahman bin Auf harus diangkat menjadi khalifah. Kalau masih ada yang menentang, maka penentang itu hendaklah dibunuh.
Ketika Utsman terpilih menjadi Khalifah usianya 70 tahun. Masa pemerintahan Utsman bin Affan termasuk yang paling lama, yaitu selama 12 tahun (24-36H/644-56M). Tetapi sejarah mencatat tidak seluruh masa kekuasaanya menjadi saat yang baik dan sukses baginya. Para penulis sejarah membagi zaman pemerintahan Utsman menjadi dua periode, yaitu 6 tahun pertama merupakan masa kejayaan pemerintahannya dan 6 tahun terakhir masa pemerintahan yang buruk.

Pemerintahan Utsman bin Affan
1.      Dari segi politik
Pada masa awal pemerintahanya, Utsman melanjutkan sukses para pendahulunya, terutama dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam. Kekuasaan Islam telah mencapai asia dan afrika, seperti daerah Herat, Kabul, Ghazni, dan Asia Tengah, juga Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian tersisa dari Persia, dan berhasil menumpas pemberontakan yang dilakukan orang Persia.
Dari segi ekonomi, yaitu tentang pelaksanaan baitul maal, Ustman hanya melanjutkan pelaksanaan yang telah dilakukan pada masa sebelumnya, yaitu Abu Bakar dan Umar. Namun, pada masa Utsman, Ia dianggap telah melakukan korupsi karena terlalu banyak mengambil uang dari baitul maal untuk diberikan kepada kerabat-kerabatnya. Padahal, tujuan dari pemberian uang tersebut karena Utsman ingin menjaga tali silaturahim. Selain itu, disamping dari segi baitul maal, Utsman juga meningkatkan pertanian. Ia memerintahkan untuk menggunakan lahan-lahan yang tak terpakai sebagai lahan pertanian.
Dari segi pajak, Utsman, sama seperti dari segi baitul maal, melanjutkan perpajakan yang telah ada pada masa Umar. Namun sayangnya, pada masa Utsman pemberlakuan pajak tidak berjalan baik sebagaimana ketika masa Umar. Pada masa Utsman, demi memperlancar ekonomi dalam hal perdagangan, ia banyak melakukan perbaikan fasilitas, seperti perbaikan jalan-jalan dan sebagainya.

2.      Dari segi budaya atau pembangunan
Dari dimensi sosial budaya, ilmu pengetahuan berkembang dengan baik. Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan erat kaitannya dengan perluasan wilayah Islam. Dengan adanya perluasan wilayah, maka banyak para sahabat yang mendatangi wilayah tersebut dengan tujuan mengajarkan agama Islam. Selain itu, adanya pertukaran pemikiran antara penduduk asli dengan para sahabat juga menjadikan ilmu pengetahuan berkembang dengan baik. Dari segi sosial budaya, Utsman juga membangun mahkamah peradilan. Hal ini merupakan sebuah terobosan, karena sebelumnya peradilan dilakukan di mesjid. Utsman berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid, dan memperluas masjid Nabi di Mekah. Perluasan Mesjid Haram dan Mesjid Nabawi sendiri dilakukan karena semakin bertambah banyaknya umat muslim yang melaksanakan haji setiap tahunnya.

3.      Penyusunan Mushaf Utsmani
Karya monumental Utsman adalah membukukan mushaf Al-Qur’an. Tujuan pemushafan ini adalah untuk mengakhiri perbedaan-perbedaan dalam pembacaan Al-Qur’an di kalangan umat Islam yang diketahui pada saat ekspedisi militer ke Armenia dan Azerbaijan, perselisihan muncul dikalangan tentara muslim, di mana sebagiannya direkrut dari suriah dan sebagian dari Irak.
Setelah wafatnya khalifah Umar, diangkatlah Usman bin Affan menjadi khalifah ke tiga. Suatu hal yang perlu ditegaskan adalah bahwa di mana pun umat Islam berada dan ke mana pun mereka pergi, namun al-Qur’an tetap menjadi Iman dan pedoman hidup yang utama bagi mereka. Akan tetapi pada masa pemerintahan Usman mulailah tampak gejala-gejala pertikaian antara kaum muslimin mengenai al-Qur’an, karena:
1.      Tidak adanya uniformitas atau keseragaman tentang susunan surat-surat pada naskah-naskah yang mereka miliki.
2.      Tidak adanya uniformitas dalam qiraat atau cara membaca ayat-ayat al-Qur’an.
3.      Tidak adanya uniformitas dalam ejaan tulisan yang mereka pakai dalam menuliskan ayat-ayat al-Qur’an.
Akan tetapi pada masa khalifah Usman ketidakseragaman qiraat telah menimbulkan perpecahan dan merasakan perlu untuk ditertibkan. Orang yang pertama mensinyalir adanya perpecahan adalah sahabat Huzaifah ibnul Yaman. Kemudian Huzaifah melaporkan kepada Usman segera mengambil langkah-langkah untuk mentertibkannya. Usul ini diterima oleh Usman dan Beliau mengambil langkah-langkah antara lain:
1.      Meminjam naskah yang telah ditulis oleh Zaid ibnu Tsabit pada masa Abu Bakar yang disimpan oleh Hafshah binti Umar.
2.      Membentuk panitia yang terdiri dari:
a.       Zaid ibnu Tsabit
b.      Abdulloh ibnu Zubair
c.       Sa’id ibnul Ash
d.      Abdurrohman ibnuh Harits ibnul Hijam
3.      Usman memberikan tugas pada panitia untuk menyalin dan menurun kembali ayat-ayat al-Qur’an dari lembaran-lembaran naskah Abu Bakar sehingga menjadi mushaf yang lebih sempurna.
4.      Usman memberikan patokan-patokan pada panitia dalam melakukan tugasnya adalah: Dalam menyalin ayat-ayat dari naskah Abu Bakar harus mengecek dan berpedoman pada hafalan para sahabat.
Ayat harus ditulis dengan memakai ejaan tulisan yang seragam. Apabila terjadi perselisihan antar anggota panitia tentang bahasa atau bacaan suatu kata harus ditulis dengan ejaan tulisan yang sesuai dengan lahjah atau dialek Suku Quraisy. Susunan surat hendaklah diatur menurut cara tertentu berdasarkan ijtihad dan pedoman yang didapat dari Rosululloh.
Akhirnya seiringnya waktu para panitia berhasil mengumpulkan dan menghimpun semua al-Qur’an kedalam sebuah mushaf yang dikenal dengan Mushaf Usmani. Sesuai dengan tujuan awal pengumpulan dan penghimpunan ini untuk memepersatukan semua umat islam yang sempat terpecah belah karena adanya perbedaan dalam pembacaan ayat al-Qur’an, maka khalifah Usman memerintahkan kepada semua gubernurnya untuk menghancurkan semua mushaf yang ada ditengah-tengah masyrakat dan digantikan dengan Mushaf Usmani.

Periode Terakhir Pemerintahan Utsman
Setelah melewati masa-masa gemilang, pada masa paruh terakhir kekuasaanya, Khalifah Utsman menghadapi berbagai pemberontakan dan pembangkangan di dalam negri yang dilakukan oleh orang-orang yang kecewa terhadap tabiat khalifah dan beberapa kebijaksanaan pemerintahannya. Akan tetapi kekacauan sudah dimulai sejak pertama tokoh ini terpilih menjadi khalifah.
Utsman adalah orang yang baik dan saleh namun dalam banyak hal kurang menguntungkan. Karena Utsman terlalu terikat dengan kepentingan-kepentingan orang Mekah, khususnya kaum Quraisy dari kalangan Bani Umayyah. Kemenangan Utsman sekaligus adalah suatu kesempatan yang baik bagi sanak saudaranya dari keluarga besar Bani Umayyah. Utsman berada dalam pengaruh dominasi seperti itu maka satu persatu kedudukan tinggi di duduki oleh anggota keluarganya.
Situasi politik semakin mencekam bahkan berbagai usaha yang bertujuan baik dan mempunyai alasan yang kuat untuk kemaslahatan umat disalah pahami dan melahirkan perlawanan dari masyarakat. Pemushafan Al-Qur’an misalnya, yang dimaksudkan untuk menyelesaikan kesimpangsiuran bacaan Al-Qur’an sehingga perselisihan mengenai Al-Qur’an dapat dihindari. Tetapi lawan-lawannya Utsman menuduh bahwa Utsman sama sekali tidak memiliki otoritas  untuk menerapkan edisi Al-Qur’an yang di bukukan itu. Dengan kata lain, mereka mendakwa Utsman secara tidak benar telah menggunakan kekuasaan agama yang tidak di milikinya.
Terhadap berbagai kecaman tersebut, Utsman telah berupaya untuk membela diri dan melakukan tindakan politisi sebatas kemampuannya. Tentang pemborosan uang misalnya, Utsman menepis keras tuduhan keji ini. Memeng benar dia membantu saudara-saudaranya dari bani Umayyah, tetapi itu diambil dari kekayaan pribadinya bukan dari kas Negara bahkan Utsman tidak mengambil gajinya yang menjadi haknya. pada saat menjadi khalifah Utsman jatuh miskin. Karena hartanya digunakan untuk membantu sanak familinya, juga karena seluruh waktunya digunakan untuk mengurusi permasalahan kaum muslimin, sehingga tidak ada waktu lagi untuk mengumpulkan harta seperti sebelum menjadi khalifah.
Menurut Ahmad Al-Usairy dalam bukunya yang berjudul Sejarah Islam, salah satu faktor yang menyebabkan pemberontakan dan pembangkangan adalah berkobarnya fitnah besar di tengah kaum muslimin yang di kobarkan oleh Abdullah bin Saba’, seorang yahudi asal yaman yang berpura-pura masuk islam. Orang ini telah berkeliling ke berbagai kota kemudian menetap di Mesir. Kemudian dia menaburkan keraguan di tengah manusia tentang akidah mereka dan mengecam Utsman dan para gubernurnya. Dia dengan gencar mengajak semua orang untuk menurunkan Utsman dan para gubernurnya. Dengan gencarnya dia mengajak semua orang untuk menurunkan Utsman dan menggantinya dengan Ali sebagai usaha menaburkan fitnah dan perpecahan.
Mulailah pecah fitnah di Kufah pada tahun 34 H/ 654 M. mereka mulai menuntut kepada khalifah untuk menggati gubernur kufah. Akhirnya Utsman menggantinya untuk memenuhu tuntutan mereka dan sebagai uapya untuk meredam fitnahyang lebih besar. Setelah itu ada sejumlah besar manusia yang datang dari kufah, basrah, dan mesir untuk mendebat khalifah. Ali mencegah mereka dan menerangkan apa yang mereka lakukan adalah kesalahan besar. Dan khalifah melakukan pembelaan yang masuk akal. Maka pulanglah mereka dengan tangan hampa.

2.   Ali bin Abi Thalib
Ali adalah orang yang pandai memainkan pedang dan pena, bahkan ia dikenal sebagai seorang orator. Ia juga seorang yang pandai dan bijaksana, sehingga ia menjadi penasehat pada zaman khalifah Abu bakar, Umar, dan Utsman.

Proses Pengangkatan Khalifah Ali Bin Abi Thalib
 Setelah wafatnya utsman bin Affan karena di bunuh, stabilitas keamanan kota menjadi rawan. Gafiqy bin harb memegang keamanan kota kira-kira selama lima hari sampai terpilihnya Khaliah yang baru. Kemudian Ali bin Abi Thalib menggantikan Utsman, menerima baiat dari sejumlah kaum musim.
 Proses pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga orang khalifah sebelumnya. Ali dibai’at di tengah-tengah suasana berkabung atas meninggalnya Utsman bin Affan, pertentangan dan kekacauan, serta kebingungan umat Islam Madinah. Sebab, kaum pemberontak yang membunuh Utsman mendaulat Ali agar bersedia dibai’at menjadi khalifah. Setelah Utsman terbunuh, kaum pemberontak mendatangi para sahabat senior satu persatu yang ada di kota Madinah, seperti Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Saad bin Abi Waqqash, dan Abdullah bin Umar bin Khaththab agar bersedia menjadi khalifah, namun mereka menolak. Akan tetapi, baik kaum pemberontak maupun kaum Anshar dan Muhajirin lebih menginginkan Ali menjadi khalifah. Ali didatangi beberapa kali oleh kelompok-kelompok tersebut agar bersedia dibai’at menjadi khalifah. Namun, Ali menolak. Sebab, Ali menghendaki agar urusan itu diselesaikan melalui musyawarah dan mendapat persetujuan dari sahabat-sahabat senior terkemuka. Akan tetapi, setelah massa mengemukakan bahwa umat Islam perlu segera mempunyai pemimpin agar tidak terjadi kekacauan yang lebih besar, akhirnya Ali bersedia dibai’at menjadi khalifah.

Pemerintahan Ali bin Abi Thalib
Tugas pertama yang dilakukan oleh khlifah Ali adalah menghidupkan cita-cita Abu Bakar dan Umar, yakni menarik kembali semua tanah dan hibah yang telah di bagikan oleh Utsman kepada kaum kerabatnya ke dalam kepemilikan Negara. Ali juga segera menurunkan semua gubernur yang tidak di senangi oleh rakyat. Utsman bin Hanif diangkat menjadi penguasa Basrah menggantikan  Ibnu Amir, dan Qais bin Sa’ad dikirim ke Mesir untuk menggantikan gubernur Mesir yang dijabat oleh Abdullah. Gubernur Suriah dan Muawiyah juga di menta untuk meletakkan jabatannya, tetapi ia menolak perintah Ali bahkan tidak mengakui kekhalifahannya.
Oposisi terhadap Khalifah secara terang-terangan dilakukan oleh Aisyah, Thalhah, dan Zubair. Meskipun masing-masing mempunyai alas an pribadi sehubungan dengan penentangan terhadap Ali. Mereka sepakat menuntut khalifah segera mengusut dan menghukum para pembunuh Utsman. Tuntutan yang sama juga diajukan oleh Muawiyah, bahkan ia memanfaatkan peristiwa berdarah untuk menjatuhkan legalitas kekuasaan Ali, dengan membangkitkan kemarahan rakyat dan menuduh Ali sebagai dalang terbunuhnya Utsman, jika Ali tidak dapat menemukan dan menghukum pembunuh yang sesungguhnya.
Akan tetapi tuntutan mereka tidak mungkin dikabulkan Ali. Pertama, karena tugas pertama yang mendesak dalam situasi kritis yang penuh intimidasi seperti saat itu ialah memulihkan ketertiban dan mengonsolidasikan kependudukkan kekhalifahan. Kedua, menghukum para pembunuh bukanlah perkara yang mudah, khalifah Utsman tidak dibunuh hanya satu orang, melainkan banyak orang dari mesir, irak, dan arab secara langsung terlibat dalam perbuatan tersebut.

1.      Perang Jamal (36 H/656 M)
Perang ini di sebut Perang Jamal (perang unta) yang terjadi pada tahun 36 H. dalam pertempuran ini pasukan Bashrah kalah.  Thalhah dan Zubair terbunuh ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah di kembalikan ke Madinah. Dalam peperangan ini banyak kaum muslimin yang terbunuh. Sebagian sejarawan menyebutkan ada sekitar 10.000 yang terbunuh. Ada sejarawa yang lain menyebutkan sebanyak 20.000 kaum mislimin gugur. Maka sejak itu Bashrah masuk secara penuh dalam pemeritahan ali.
Perang unta ini menjadi sangat penting dalam catatan sejarah Islam, karena peristiwa itu melibatkan sesuatu yang baru dalam Islam, yaitu untuk pertama kalinya seorang khalifah turun kemedan perang untuk memimpin langsung angkatan peranag, dan justru bertikai melawan saudara sesame muslim.

2.      Perang Shifin (wilayah sebelah timur syam) 37 H/657 M
Perang ini terjadi antara Ali dan Muawiyah. Delegasi yang diutus antara Ali dan Muawiyah semuanya tidak menghasilkan apa-apa. sehingga akhirnya kedunya menempatkan pasukannya di kota tua Shiffin, dekat sunagi eufrat, pada tahun37 H. khalifah ali mengerahkan 50.000 pasukan untuk menghadapi Muawiyah. Sebenarnya pasukan Muawiyah sudah terdesak kalah, dengan 7.000 pasukan terbunuh. Hampir saja Ali memenangkan peperangan ini.
Pada saat situasi tersebut pasukan syam dan Muawiyah mengangkat mushaf-mushaf dan meminta agar bertahkim dengan kitab Allah. Siasat ini di lakukan oleh ‘Amr bin Ash, panglima pasukan Muawiyah, untuk menghentikan perang. Siasat ini ternyata berhasil dan peperangan segera berhenti. Dari kedua belah pihak bertemu dan berunding, namun keduanya tidak sampai pada kata sepakat. Maka, ditulislah lembaran keputusan. Setelah itu kedua pasukan kembali ke negri masing-masing.

3.      Tahkim Shiffin
Konflik antara Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abi Sufyan di akhiri dengan tahkim.  Dari pihak khalifah diwakili oleh Abu Musa Al-Asy’ari, sedangkan dari pihak Muawiyah Diwakili oleh ‘Amr bin Ash yang terkenal cerdik. Dalam tahkim tersebut khalifah dan Muawiyah harus meletakkan jabatan, pemilihan baru harus dilaksanakan. Abu Musa pertama kali menurunkan Ali sebagai khalifah, karena Ali telah diturunkan oleh Abu Musa. Peperangan Siffin yang di akhiri melalui tahkim (arbitrase), yakni perselisihan yang diselesaikan oleh dua orang penengah sebagai pengadil. Namun tidak menyelesaikan masalah, kecuali menegaskan bahwa gubernur yang maker itu mempunyai kedudukan yang sama atau setingkat dengan khalifah, dan menyebabkan lahir golongan Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali, yang kira-kira berjumlah 12.000 orang.

4.      Perpecahan Umat (Syi’ah, Khawarij, dan Pendukung Muawiyah)
Setelah Ali menerima tahkim dari pihak Muawiyah, namun tahkim ini tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebakan umat islam terpecah menjadi 3 golongan yaitu: Syi’ah (pengikut Ali), Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali), dan Muawiyah. Orang Khawarij dulunya adalah pasukan yang berada pada pihak Ali. Mereka malah melakukan pemberontakan kepada Ali setelah terjadinya arbiterasi dan mencopotannya dari kekuasaan dengan alasan bawa ia menerima tahkim.
Sebagai oposisi kekuasaan yang ada, khawarij mengeluarkan beberapa statemen yang menuduh orang-orang yang terlibat tahkim sebagai orang-orang kafir. Khawarij berpendapat bahwa Utsman bin Affan telah menyeleweng dari agama islam. Demikian pula dengan Ali bin Abi Thalib juga telah menyeleweng dari agam islam karena melakukan tahkim. Utsman bin Affan Ali bin Abi Thalib dalam pandangan khawarij, yaitu murtad dan telah kafir. Politisi yang lain yang di anggap kafir oleh khawari adalah Muawiyah, Ame bin Ash, Abu Musa Al-Asy’ari, dan semua orang yang menerima tahkim.
Khawarij tampak tidak berada dalam jalur politik, tetapi berada dalam jalur atau wilayah teologi atau kalam yang merupakan fondasi bagi keberagamaan umat Islam. Khawarij di anggap keluar dari jalur politik karena menilai kafir terhadap orang-orang yang ikut dan menerimatahkim. Menurut Harun Nasution, bukan wilayah politik tetapi wilayah kalam atau teologi.
Ali memiliki pendukung yang sangat fanatic dansetia kepadanya. Dengan adnya oposisi terhadap pemerintahan Ali, kesetiaan mereka malah semakin bertambah, apalagi setelah Ali bin Abi Thalib wafat. Mereka yang fanatic terhadap Ali bin Abi Thalaib dikenal dalam sejarah sebagai kelompok Syi’ah.
Kelompok khawarij yang bermarkas di Nahrawan benar-benar merepoykan khalifah Ali, sehingga member kesempatan kepada pihak Muawiyah untuk memperkuat dan memperluaskan kekuasaannya sampai mampu merebut mesir. Akibatnya sungguh sangat fatal bagi Ali. Tentara semakin lemah, sementara Muawiyah semakin kuat dan bertambah besar. Keberhasilan Muawiyah mengambil provinsi mesir, berarti merampas sumber-sumber kemakmuran dan suplai ekonomi dari pihak Ali. Kerena kekuatan Ali telah banyak menurun, terpaksalah Ali menyetujui perjanjian damai dengan muawiyah, yang secara politis berate khalifah mengakui keabsahan kepemilikan Muawiyah atas Syiria dan Mesir.

5.      Terbunuhnya Ali
Penyelesaian kompromi Ali dengan Muawiyah tidak disukai oleh kaum perusuh. Kaum khawarij merencanakan untuk membunuh Ali. Muawiyah dan Amar memilih seorang khalifah yang sehaluan dengan mereka, yang bebas dipilih dari seluruh umat Islam. Karena itu Adurrahman pengikut setia kaum khawarij, memberikan pukulan yang hebat kepada Ali sewaktu dia akan Adzan di masjid. Pukulan itu fatal, dan khalifah wafat pada tanggal 17 ramadhan 40 H.
Dalam kisah yang lain, bahwa kematian khalifah Ali diakibatkan oleh pukulan pedang beracun yang di lakukan oleh Abdurahman bin Muljam, sebagaimana dijelaskan Philip k. hatty bahwa:
Pada 24 januari 661, ketika Ali sedang dalam perjalanan menuju masjid Kufah, ia terkena hantaman pedang beracum di dahinya. Pedang yang mengenai otaknya tersebut diayunkan oleh pengikut khawarij, Abd Ar-Rahman bin Muljam, yang ingin membalas dendam atas kematian keluarga seorang wanita, temannya, yang terbunuh di Nahrawan. Tempat terkecil didekat kufah yang menjadi makam Ali.


Pengangkatan Hasan bin Ali bin Abu Thalib dan ‘Aml Jama’ah
Setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, rakyat segera membaiat Hasan bin Abi Thalib untuk menjadi khalifah sebagai pengganti ayahnya. Tapi ada yang mengatakan bahwa hasan sebagai anak yang paling tua mengambil alih kedudukan ayahnya. Dia berkuasa hanya dalam jangka waktu 5-6 bulan. Pada saat pemerintahannya dia melihat banyak perselisihan di antara sahabat-sahabatnya dan melihat pentingnya persatuan umat.
Tentara Hasan dikalahkan oleh pasukan Syiria, dan para pendukungnya di Irak meninggalkannya sehingga tidak dapat lebih lama lagi mempertahankan kekuasaannya. Kemudian turun tahta. Syarat-syarat yang tercantum dalam perjanjian perdamaian menjadikan Muawiyah sebagi penguasa yang absolute dalam wilayah kerajaan Arab. Pada bulan Rabi’uts tsani tahun 41 H (661 M) Muawiyah memasuki kota Kufah yang oleh Ali dipilih sebagai pusatkekuasaannya. Sumpah kesetiaan di ucapkan kepadanya di hadapan dua putra Ali, Hasan dan Husain. Rakyat berkerumun di sekelilingnya sehingga pada tahun 41 H disebut sebagai tahun‘amul jama’ah tahun jama’ah. Dalam riwayat yang lain mengatakn bahwa Hasan melakukan kesepakatan damai dan menyerahkan pemerintahan kepada Muawiyah pada bulan Rabingul Awwaltahun 41 H/661 M. tahun ini sering disebut sebagai ‘Amul Jama’ah (tahun jama’ah) karena umat Islam sepakat menjadikan satu orang khalifah untuk menjadi pemimpin mereka.




BAB III

PENUTUP


A.    Kesimpulan    

             tentang pengganti rasul dalam pemerintahan. Ketika Rasulullah wafat, beliau tidak berpesan mengenai siapa yang jadi penggantinya kelak, pada saat Nabi belum dimakamkan di antara umat Islam, ada yang mengusulkan untuk cepat-cepat memikirkan pengganti Rasulullah. Itulah perselisishan pertama yang terjadi pasca rasulullah wafat. Perselisihan tersebut berlanjut keSaqifah (suatu tempat dimadinah yang biasa digunakan oleh kaum Anshar untuk membahas suatu masalah). sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshor berkumpul di balai kota Bani Sa’idah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Kaum Anshar mencalonkan Sa’ad Ibn Ubadah. Sedangkan Muhajjirin mendes Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd (kadang kadang disebut Ahl Al ‘Aqd Wa Al-Hall). Dalam teori politik abad pertengahan, fungsi utama mereka bersifat kontraktual. Artinya mereka menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada seorang yang paling berkualifikasi dan begitu diterima, mereka memberikan bai’at kepadanya. Mereka juga diberi kepercayaan memberhentikan khalifah apabila khalifah gagal memenuhi kewajibannya. Mereka harus Muslim, berusia dewasa, adil, merdeka (bukan budak), dan mampu melakukan ijtihad (Menafsirkan sumber-sumber hukum agama).Syarat terakhir ini mengimplikasikan bahwa Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd haruslah faqih dan piawai dan konsensusnya mengika.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar